tag:blogger.com,1999:blog-266326372024-03-13T13:38:30.559-07:00Indra KHMenyusuri Detik Kehidupan Bersama Indra KHIndra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.comBlogger26125tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-64203295594263484642007-03-23T01:06:00.000-07:002007-03-23T01:11:18.188-07:00Indra KH Pindah ke Wordpress<center><br /><a href="http://photobucket.com" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/blog.jpg" border="0" alt="Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket" /></a></center><br /><br />Indra KH pindah ke : <a href="http://indrakh.wordpress.com/">indrakh.wordpress.com</a>Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-5241878569476121722007-03-14T20:15:00.000-07:002007-03-15T00:51:26.367-07:00Paint Ball, Simulasi Tempur Pemicu Adrenalin<p style="font-style: italic;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV"></span><blockquote><span style="" lang="SV">"Ketika pandangan ini mulai menangkap gerakan lawan berpakaian loreng memakai body protektor hitam, sontak saja jari ini menekan picu. </span>Dor ! Dor ! Dor ! Dor ! Entah berapa kali saya memuntahkan peluru cat ke sasaran. Salah seorang wasit kemudian berteriak : “Hit ! Hit ! Hit !,”</blockquote></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Minggu (11/3) pagi itu cuaca di atas kawasan Sindang reret 2, Cikole, Lembang, Kab Bandung sedikit mendung. Hujan rintik-rintik yang turun tak lama usai sang fajar menyingsing kian enggan untuk kita melepaskan selimut dan turun dari peraduan. Namun bayangan akan asyiknya aktivitas out door yang akan kami lakukan di sela-sela company meeting dan family gathering <a href="http://www.indocisc.com/"></a></span><a href="http://www.indocisc.com/"><span style="font-size:100%;">PT. Indocisc</span><span style="font-size:100%;"></span></a><span style="font-size:100%;"> dan PT. Insan Infonesia membuat kondisi cuaca semacam itu tidak berpengaruh. Ya, setelah seharian mengikuti pertemuan tahunan perusahaan sehari sebelumnya, kegiatan out door menjadi sesuatu yang sangat dinanti.<o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Aktivitas kami Minggu pagi itu di awali dengan sepakbola dan dilanjutkan dengan sarapan pagi. Seusai menyantap bubur ayam dan nasi goreng kami pun bergegas menuju venue olahraga extrem Sindang Reret. Sarana yang dikelola oleh <span style="font-style: italic;">Kataji Out Bond</span> ini memiliki berbagai wahana olahraga extrem seperti : <span style="font-style: italic;">Paint ball, hi- rope, flying fox, go kart</span>, ….</span><br /></p><p class="MsoNormal"></p><center><p></p><p class="MsoNormal"><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/makan1.jpg" alt="Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket" border="0" /></a></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">"Sarapan pagi menjelang kegiatan outdoor"</span></span></p></center><br /><p></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Pukul 08.00 WIB, permainan simulasi tempur paint ball menjadi pilihan yang pertama. Berhubung jumlah kita lumayan banyak, sehingga tidak memungkinkan untuk dibagi menjadi dua kubu. Akhirnya wasit venue meminta kami untuk membagi kelompok menjadi tiga. Setelah semua peserta paint ball menggunakan seragam loreng, wasit kemudian meminta masing-masing komandan untuk ber “<i style="">hom pim pah”</i> guna menentukan dua tim mana yang akan berhadapan lebih dulu. Dua tim (Berperan sebagai teroris dan anti teroris) yang terpilih kemudian mendapatkan penjelasan dari wasit mengenai aturan permainan dan perlengkapan yang mesti digunakan : <span style="font-style: italic;">Goggle/masker, body protector</span>, dan <span style="font-style: italic;">senjata tippman gun</span> dengan peluru cat sebanyak 20 butir. Game simulasi perang ini dipimpin oleh 3 orang wasit : 1 wasit untuk mengendalikan permainan dan 1 wasit untuk masing-masing tim.<span style="" lang="SV"><o:p></o:p></span><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"></span></p><center><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/paint1.jpg" alt="Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket" border="0" /></a></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">"Kedua kubu bergaya sebelum pertempuran dimulai" </span></span></span></p></center><span style="font-size:100%;"><br /></span><p></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Setelah masing-masing melengkapi dirinya, wasit lalu meminta kami untuk memasuki arena simulasi perang berupa hutan buatan. Masing-masing kubu kemudian diberi waktu sejenak untuk menyusun strategi, lalu perang pun dimulai. Setiap orang sibuk bersembunyi, mengendap-ngendap membidik lawannya. Sambil sesekali merayap dan bersembunyi di balik seng, tong, ataupun masuk ke bunker, mata juga sibuk melirik ke kanan dan ke kiri, sambil jari telunjuk siap menembak lawan. Begitu yang saya rasakan. Ternyata susah juga mencari lawan memakai google masker.<span style=""> </span><span style="" lang="SV">Pasalnya lensa masker yang mudah berembun karena hembusan nafas kita. Ketika pandangan ini mulai menangkap gerakan lawan berpakaian loreng memakai body protektor hitam, sontak saja jari ini menekan picu. </span>Dor ! Dor ! Dor ! Dor ! Entah berapa kali saya memuntahkan peluru cat ke sasaran. Salah seorang wasit kemudian berteriak : “Hit ! Hit ! Hit !,” katanya. Seorang rekan kerja yang saat itu menjadi lawan kemudian berdiri seraya mengacungkan senjatanya ke atas sebagai tanda dia terkena. Ia pun kemudian meninggalkan arena pertempuran.</span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV"><center></center></span></span></p><p style="text-align: center;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV"><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/paint2.jpg" alt="Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket" border="0" /></a></span></span></span></p><p style="text-align: center;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV"><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">"Selamat datang di medan peperangan" </span></span><br /></span></span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV">Puihh, lega juga bisa melumpuhkan seorang lawan. Kian semangat saja untuk memburu lawan lainnya. Sasaran saya selanjutnya kali ini saya lihat sedang bersembunyi dalam sebuah bangunan yang desainnya mirip tempat prajurit menempatkan senjata otomatis yang kerap saya lihat dalam film-film perang semacam <span style="font-style: italic;">Band Of Brother</span>, atau <span style="font-style: italic;">Enemy of The Gate</span>. Sambil merayap saya menuju lokasi tersebut. Tampak sekelebat bayangan seseorang sedang membelakangi saya tengah mencari lawan ke arah lain. Kontan saja ini menjadi sasaran empuk. Saya bidik dia lalu saya tembak, Dor ! Dor ! Dor ! ”Hore kena lagi,” ujar saya dalam hati. Dua orang akhirnya berhasil saya lumpuhkan.<br /></span></span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV">Saya pun merangsek semakin maju ke arah lawan. Saya lalu masuk ke dalam bunker yang berada tak jauh dari hadapan, niatnya untuk memudahkan mencari lawan yang lain. Benar saja dugaan saya karena setelah itu bisa melihat petempur kubu lawan di arah pukul 9. Dor ! Dor ! Dor ! senjata yang saya pegang memuntahkan peluru cat lagi. Terlampau percaya diri justru membuat saya kurang hati-hati. Tanpa saya sadari, seorang pemain lain<span style=""> </span>dari kubu lawan ternyata sudah lama membidik saya dari arah pukul 12. Dor ! Dor ! Dor ! Kali ini giliran saya kena tembak. Sebuah peluru cat dengan diameter sekitar 6 milimeter berhasil mengenai tangan saya. Awalnya hanya terasa pegal, namun lama kelamaan darah mengucur dari tangan ini. Lumayan sakit juga ternyata. Karena kian nyeri, dengan terpaksa saya pun mengangkat senjata sebagai tanda menyerah.</span></span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV"><span style=""><center></center></span></span></span></span></p><p style="text-align: center;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV"><span style=""><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/paint5.jpg" alt="Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket" border="0" /></a></span></span></span></span></p><p style="text-align: center;" class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV"><span style=""><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">"Terluka terkena tembakan peluru cat (halah..:-))" </span></span> </span><o:p><br /></o:p></span></span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV">Kendati sangat melelahkan karena kita harus berlari, merayap dan terkadang meloncat, namun paint ball benar-benar game olahraga yang mengasyikan dan membuat ketagihan. Saya tidak kapok bermain simulasi tempur ini. Olah raga ini tak hanya menuntut kesiapan fisik, namun juga konsentrasi. Sedikit saja kita lengah maka akan menjadi sasaran empuk. Paint ball juga mampu memicu adrenalin. Rasa takut akan mulai kita rasakan sejak memasuki arena pertempuran. Ada rasa takut ditembak duluan oleh kubu lawan. Ditambah lagi rasa sakit tertembak peluru cat yang terus menghantui. Benar-benar olah raga yang lengkap. <o:p><br /></o:p></span></span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV">Paint ball sendiri konon berasal dari Amerika dan dianggap sebagai olahraga extreme yang sangat populer dan telah dimainkan di hampir 100 negara di dunia. Mengikut sejarah, sebenarnya olahraga paintball bermula sejak dua dekade lalu di Amerika Serikat yang ketika itu dikenali sebagai <span style="font-style: italic;">National Survival Games (NSG)</span>. Demikian tulis Tea/Yuga dan Agus yang dimuat harian Waspada. Medan. Menurut <span style="font-style: italic;">National Sporting Goods Association (NSGA)</span> dan <span style="font-style: italic;">National Profesional Paintball League (NPPL),</span> paintball kini menduduki tempat ketiga olahraga extreme paling populer di Eropa dan Amerika Serikat.<br /></span></span></span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;">Apakah Anda berminat mencobanya ? Dor ! Dor ! Dor !<br /><span style="font-size:100%;"><span style="" lang="SV"><o:p></o:p></span></span></span></p><span style="font-size:100%;"> <span style="font-size:100%;"><span style=";font-family:Verdana;font-size:10;" lang="SV" ></span></span></span>Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-79664849505334829592007-02-20T15:36:00.000-08:002007-02-20T17:33:54.644-08:00Tangkuban Parahu Yang Tetap Mempesona<span style="font-style: italic;"><blockquote><span style="font-size:85%;">“Berbeda dengan Kawah Ratu dan Kawah Upas yang mudah dicapai, untuk mengunjungi Kawah Domas Anda membutuhkan sedikit usaha, pasalnya Anda harus berjalan kaki melewati jalan setapak sekitar 2 km. Jangan bermimpi bisa menggunakan mobil atau motor untuk menjangkau kawah ini. Rute jalannya yang menanjak dan menurun dan terdiri dari ratusan tangga akan sangat sulit untuk dilewati kendaraan”</span></blockquote><br /><blockquote></blockquote></span><br />Minggu (18/2), jam di ponsel saya telah menunjukan waktu pukul 10.00 WIB. Cuaca mendung disertai hujan rintik-rintik akibat kabut yang menggelayut di sekitar Gunung Tangkuban Parahu seakan tidak mampu menghalangi niatan para pengunjung untuk tetap menikmati keindahan gunung yang terkenal dengan legenda Sangkuriang ini.<br /><center><br /><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/kawah_ratu.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /><span style="font-style: italic;font-size:85%;" >Pemandangan Kawah Ratu yang mempesona (ikh/indrakh.blogspot.com)</span><br /></center><br />Tangkuban Parahu berjarak sekitar 30 km arah utara Kota Bandung. Lokasi ini dapat ditempuh lewat Jl. Cagak, Kab. Subang atau Lembang, Kab. Bandung. Atau bagi Anda yang berminat menempuhnya dengan berjalan kaki, jalur lewat Jayagiri dapat menjadi pilihan.<br /><br />Saat masa mahasiswa dulu saya kerap memilih rute melalui Jayagiri ini. Namun karena kunjungan saya kali ini membawa tamu dan keluarga - sebagian bahkan sudah lanjut usia- tentunya tidak memungkinkan untuk mengajak mereka melewati jalur tersebut sehingga memilih menggunakan kendaraan roda empat.<br /><br />Bila Anda mengunjungi tempat ini dengan menggunakan mobil atau sepeda motor, baik datang dari arah Subang atau Lembang, Anda dapat memilih dua pintu masuk. Pertama, lewat pintu masuk yang berada tepat di seberang bumi perkemahan Cikole. Sedangkan pintu masuk kedua berada sekitar 3 km arah utara dari pintu pertama. Keduanya berada di jalur jalan utama yang menghubungkan kawasan Lembang dan Subang. Harga tiket masuk ke tempat wisata ini cukup terjangkau yakni Rp. 12000, - / orang.<br /><br />Salah satu gunung berapi aktif di tanah air ini memiliki ciri yang khas yakni bentuknya yang mirip perahu terbalik, sehingga dinamakan Tangkuban Parahu. Bentuk yang unik ini disebabkan Gunung Tangkuban Parahu memiliki banyak kawah yang memanjang dan berdekatan, sehingga bila kita lihat dari kejauhan tidak membentuk kerucut seperti gunung pada umumnya.<br /><br />Terdapat 10 kawah di Tangkuban Parahu. Terdiri dari : Kawah Ratu, Kawah Upas, Kawah Baru, Kawah Lanang, Kawah Ecoma, Kawah Jurig, Kawah Siluman, Kawah Domas, Kawah Jarian dan Pangguyangan Badak. Demikian menurut informasi yang saya baca di website Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana.<br /><br />Tidak ada yang jauh berbeda dengan kunjungan-kunjungan saya sebelumnya. Gunung yang berada di ketinggian 2084 m dpl tetap mengundang pesona banyak wisatawan domestik maupun mancanegara.<br /><br />Untuk mencapai Kawah Ratu, jika beruntung Anda dapat memarkirkan kendaraan tepat di bibir kawah tersebut. Sehingga dapat melihat dari dekat keindahan kawah yang mirip mangkuk raksasa ini. Tak jauh dari lokasi ini Anda dapat meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki ke Kawah Upas yang bersebelahan dengan Kawah Ratu.<br /><br />Berbeda dengan Kawah Ratu dan Kawah Upas yang mudah dicapai, untuk mengunjungi Kawah Domas Anda membutuhkan sedikit usaha, pasalnya Anda harus berjalan kaki melewati jalan setapak sekitar 2 km. Jangan bermimpi bisa menggunakan mobil atau motor untuk menjangkau kawah ini. Rute jalannya yang menanjak dan menurun dan terdiri dari ratusan tangga akan sangat sulit untuk dilewati kendaraan. Mungkin bisa dicoba dengan menggunakan sepeda gunung, tapi akan sangat membutuhkan usaha yang gigih.<br /><br />Namun perjalanan Anda dijamin akan langsung terobati begitu melihat keindahan Kawah Domas. Di tempat ini Anda dapat turun untuk melihat dari dekat pemandangan Kawah Domas yang memiliki banyak sumber air panas. Bila penasaran, Anda bisa merebus telur di kawah ini. Cukup 10 menit, telur yang Anda rebus sudah bisa disantap. Tidak perlu repot-repot untuk membawa telur ayam dari rumah, pasalnya warung-warung di sekitar Kawah Domas telah menyediakannya. Memang harganya cukup mahal yakni Rp. 2000, - per butir.<br /><center><br /><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/rebus_telor.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /><span style="font-style: italic;font-size:85%;" >Merebus telur di Kawah Domas (ikh/indrakh.blogspot.com)</span><span style="font-size:85%;"><br /></span><br /><center><div style="text-align: left;">Di Kawah Domas Anda juga dapat berendam di kolam air panas yang kaya akan sulfur dan belerang. Konon kandungannya mampu mengobati penyakit-penyakit kulit.<br /><br />Untuk mengunjungi Kawah Domas saya sarankan Anda untuk menempuh jalur lewat Kawah Ratu agar tidak terlalu lelah. Pasalnya rute ini jalannya menurun, sedangkan bila Anda masuk di pintu kawah domas dan baru melanjutkan perjalanan ke Kawah Ratu, maka bersiaplah untuk latihan jantung karena medannya yang menanjak dan terjal.<br /></div><br /><center><br /><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/berendam.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-style: italic;font-size:85%;" >Berendam air panas di salah satu kolam yang berada di Kawah Domas (ikh/indrakh.blogspot.com)</span><br /></div><br /></center><div style="text-align: left;">Sebenarnya masih banyak yang ingin saya ceritakan tentang Gunung Tangkuban Parahu ini, namun bila tulisan ini terlalu panjang akan sulit dipahami. Lebih baik saya lanjutkan pada tulisan selanjutnya.<br /><br />Jadi, apakah Anda tertarik berwisata ke Tangkuban Parahu ? </div></center></center>Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-78455891659553742772007-02-15T20:22:00.000-08:002007-02-16T01:37:53.188-08:00Usaha di Cianjur – Cipatat – Rajamandala yang Kian Lesu<blockquote> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><i style=""><span style="" lang="SV">"Mereka yang selama ini menggantungkan hidupnya dengan berjualan makanan, oleh-oleh maupun kerajinan keramik di sepanjang ruas tersebut kini keadaannya kian lesu dan memprihatinkan. Sebagian di antara mereka bahkan harus gulung tikar akibat minim pembeli"</span></i></p></blockquote><p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><i style=""><span style="" lang="SV"><o:p></o:p></span></i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV">Kehadiran jalan tol Cipularang bagi sebagian orang merupakan keuntungan karena mampu memangkas waktu perjalanan Bandung – Jakarta maupun sebaliknya. Nadi perekonomian kota Bandung bahkan kian menggeliat setelah jalan bebas hambatan ini hadir. Setiap akhir pekan pusat perbelanjaan, factory outlet hingga rumah makan dijubeli<span style=""> </span>wisatawan lokal, terutama asal Jakarta. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV">Namun jalan tol terpanjang di tanah air ini ternyata menimbulkan mimpi buruk bagi sebagian masyarakat Cianjur, Cipatat, Ciranjang hingga Rajamandala maupun Purwakarta hingga Cikampek. Mereka yang selama ini menggantungkan hidupnya dengan berjualan makanan, oleh-oleh maupun kerajinan keramik<span style=""> </span>di sepanjang ruas tersebut kini keadaannya kian lesu dan memprihatinkan. Sebagian di antara mereka bahkan harus gulung tikar akibat minim pembeli.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV">Keberadaan jalan tol yang juga memiliki jembatan tol<span style=""> </span>tertinggi ini telah membuat para pengendara kendaraan pribadi maupun bis seakan enggan melewati jalur Cianjur maupun Purwakarta. Padahal sebelum dibukanya tol Cipularang, lokasi tersebut seringkali menjadi tempat singgah sejumlah bis dan kendaraan pribadi dari Bandung maupun Jakarta. <o:p></o:p></span></p><br /><br /><center><br /><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/cipatat.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /></center><div style="text-align: center;"><span style="font-style: italic; color: rgb(51, 102, 255);font-size:85%;" >Suasana beberapa kios di kawasan Cipatat, Cianjur yang tampak suci pembeli (ikh)</span><br /></div><br /><br /><p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV"><center><o:p></o:p></center></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV">Emen (43) yang sehari-hari membuka jongko peuyeum (tape) di daerah Cipatat, Cianjur, Jawa Barat sempat menceritakan keluhannya kepada saya.<span style=""> </span><i style="">”Saatos aya Cipularang sepi pisan icalan teh. Aya anu keresa linggih ka jongko abdi limaan tiap dinten oge tos untung. Seringnamah paling hiji atau dua anu meser dina sadinten,”</i> ungkap Mang Emen, Minggu (4/2) dua pekan lalu. (Setelah ada Cipularang, pembeli kian sepi. Bisa meraih lima pembeli setiap hari pun sudah untung. Namun lebih sering hanya satu atau dua orang pembeli saja setiap hari).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV">Hal yang sama dialami Sape’i (26). Pemuda penjual sawo walanda (apa bahasa Indonesianya ya </span><span lang="SV" style="font-family:Wingdings;"><span style="">J</span></span><span style="" lang="SV"> ?) ini pun kian kesulitan pembeli setelah ada tol Cipularang. <i style="">”Ti enjing-enjing dugi ka sonten ieu, nembe bapak anu meser sawo. Padahal Abdi mung nyandak untung sakedik. Jigana mah mening damel anu sanes mun aya pilihan mah,”</i> kata Sape’i lirih. (Sejak pagi hingga sore hari baru bapak yang membeli dagangan saya, padahal<span style=""> </span>saya hanya mengambil untung sedikit. Bila memungkinkan sih lebih baik mencari kerjaan lain).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV">Bila tidak ada bantuan dari pemerintah nampaknya iklim usaha seperti itu akan terus berlanjut. Bukan tidak mungkin setiap tahun akan semakin banyak pedagang atau pengusaha yang bangkrut. Menurut saya sebaiknya para pengusaha tempat-tempat peristirahatan di ruas tol Cipularang memfasilitasi pedagang, terutama golongan pedagang kecil untuk ikut berjualan juga di lokasi bisnis mereka. Agar tidak semakin banyak pengusaha maupun pedagang di Cianjur maupun Purwakarta yang bisnisnya sekarat atau bahkan gulung tikar.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: left;" align="left"><span style="" lang="SV">Anda punya ide lain ?<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p>Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1171294623863530082007-02-12T07:15:00.000-08:002007-02-15T21:40:48.489-08:00Kehujanan, Makanan Berlemak dan Air Putih<blockquote><em>"Kejelian dalam memilih makanan juga ternyata menjadi faktor penting jika kita ingin menghindari radang tenggorokan. Bila kita lebih gemar menyantap makanan berminyak dan berlemak ketimbang sayuran atau buah-buahan, maka jangan salahkan bila suatu saat sakit menelan akan menghampiri"</em></blockquote><br /><br />Sudah dua pekan saya tidak mengupdate blog ini lagi. Hal itu karena kesehatan yang kurang mendukung. Demam dan radang tenggorokan yang dialami membuat saya tidak bisa <em>ngantor</em> hampir sepekan. Kehujanan, terlalu banyak melahap makanan berminyak dan berlemak, ditambah kurang minum air putih adalah pemicunya (Dua alasan terakhir adalah pendapat dokter yang memeriksa saya).<br /><br /><br /><center><br /><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/air.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /></center><br /><br /><br /><br />Hujan deras yang turun hampir setiap hari belakangan ini memang sulit dihindari. Apalagi bagi orang seperti saya yang memilih menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi. Kehujanan sekali dua kali mungkin tidak terlalu berpengaruh, namun bila keseringan diguyur hujan lambat laun daya tahan tubuh ini rontok juga.<br /><br />Kejelian dalam memilih makanan juga ternyata menjadi faktor penting jika kita ingin menghindari radang tenggorokan. Bila kita lebih gemar menyantap makanan berminyak dan berlemak ketimbang sayuran atau buah-buahan, maka jangan salahkan bila suatu saat sakit menelan akan menghampiri.<br /><br />Dipikir-pikir, satu bulan belakangan ini menu makanan saya – terutama di luar rumah – memang kacau balau. Acara makan di luar bersama rekan-rekan kerja yang lebih mirip wisata kuliner memang belum bisa saya imbangi dengan menyantap sayuran dan buah-buahan. Sate, steak, kebab, mie, dan makanan penuh lemak lainnya lebih sering saya makan belakangan ini.<br /><br /><br /><center><br /><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/sate1.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /></center><br /><br /><br />Tentang minuman ada benarnya juga. Belakangan saya lebih sering memilih air berwarna ketimbang air putih. Kopi, teh manis kemasan botol, minuman bersoda, dan minuman dalam kemasan lainnya yang kerap saya konsumsi boleh jadi menjadi pemicu yang tak bisa dianggap enteng.<br /><br />Alhamdulillah kesehatan saya kini telah berangsur pulih, semoga bisa lebih teratur lagi membuat postingan di blog ini maupun blog saya yang lain. Aamiin.Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1170167769396097262007-01-30T06:23:00.000-08:002007-02-15T21:43:14.993-08:00Hendarso, Legenda Hidup Calung Sunda<center><br /><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/darso.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /></center><br /><br /><span style="font-style: italic;"><blockquote>”Untuk sekelas musik etnis kiprah Darso memang fenomenal. Tengok saja berbagai lagu calungnya yang bisa bertahan hingga puluhan tahun. Hingga kini pun gaya dan ciri khas nyanyiannya banyak ditiru dan menjadi acuan grup-grup calung yang ada di Jawa Barat”<br /></blockquote><br /></span><br /><br />Sebenarnya saya tergerak membuat tulisan ini seusai membaca postingan rekan saya, <a href="http://roisz.blogs.friendster.com/">Rois</a> yang membahas sedikit tentang Darso.<br /><br />***<br />Rabu siang dua pekan lalu, cuaca di sekitar Ujung Berung, Bandung terasa panas sekali, maklum sinar matahari saat itu memang sedang teriknya. Namun demikian kondisi ini tidak menyurutkan para tamu yang berdatangan ke sebuah acara resepsi pernikahan rekan saya. Para tamu undangan tampak sibuk memilih berbagai menu yang disajikan berbagai <span style="font-style: italic;">stand</span> yang ada. Mereka seakan tidak peduli dengan pertunjukan di panggung yang diadakan empunya hajat.<br /><br />Situasi mendadak berubah setelah Kang Ega robot yang bertindak sebagai MC menyebutkan nama seseorang yang akan naik panggung. “…….Kang Darso…..!!” katanya.<br /><br />Sebagian besar tamu undangan yang sebelumnya <span style="font-style: italic;">cuek</span> dengan kejadian di panggung tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. Sebagian dari mereka bahkan ada yang merangsek mendekat ke arah panggung karena penasaran ingin melihat sang penyanyi.<br /><br />Tak lama kemudian seorang pria paruh baya berambut panjang dengan dandanan nyentrik tampil ke atas panggung. Berbalut baju putih yang dihiasi tambalan beraneka warna, lelaki yang sepintas agak mirip penyair asal Ciamis <span style="font-style: italic;">Godi Suwarna</span> ini pun mulai menyapa penonton dengan gaya khasnya yang <span style="font-style: italic;">garihal</span> dan kocak.<br /><br />***<br />Ya, diantara Anda mungkin ada yang belum familiar mendengar nama Hendarso. Pria yang mulai berkiprah di dunia musik sejak tahun 1960-an ini memang hanya selebritis lokal. Namun demikian lelaki yang biasa dipanggil Darso ini jasanya tidak bisa dianggap enteng dalam menjaga kelestarian seni sunda, khususnya seni calung.<br /><br />Mungkin tidak banyak yang tahu kalau Darso mulai meniti karir dari grup band, bukan dari musik etnis. Beberapa tahun lalu saya pernah membaca sebuah artikel wawancara di HU Pikiran Rakyat yang memuat hal ini. Pada era 60-an, bersama grup Band Nada Karya, Darso kerap mengiringi penyanyi top jaman itu, seperti Lilis Suryani, dan Tety Kadi. Sayang kiprahnya di dunia musik Indonesia mesti terhenti akibat tidak stabilnya kondisi tanah air pasca G30S/ PKI.<br /><br />Setelah masa itu, Darso muda bersama teman-temannya kemudian iseng bermain calung. Konon kabarnya kala itu sebenarnya Darso tidak menyukai jenis kesenian sunda yang satu ini. Namun justru dari keisengannya inilah calung menjadi sumber pendapatan baru dan jalan hidup bagi Darso. Atas jasa RRI Bandung, nama grup calung Darso Putra semakin dikenal masyarakat Jawa Barat. Apalagi pada saat itu RRI merupakan primadona hiburan masyarakat.<br /><br />Berbagai lagu yang diiringi musik calung sempat menjadi hits. Salah satu lagu calung klasik yang dibawakan Darso yang hingga kini masih saya suka adalah lagu berjudul <span style="font-style: italic;">”Kembang Tanjung.”</span><br /><br />Memang kesuksesan penyanyi ini tidak terlepas dari bantuan Uko Hendarto sebagai pencipta lagu, yang tak lain adalah kakak kandungnya. Namun untuk sekelas musik daerah kiprah Darso memang fenomenal. Tengok saja berbagai lagu calungnya yang bisa bertahan hingga puluhan tahun. Hingga kini pun gaya dan ciri khas nyanyiannya banyak ditiru dan menjadi acuan grup-grup calung yang ada di Jawa Barat.<br /><br />Baru di era 90-an Hendarso mulai masuk ke jalur musik pop sunda. Bahkan bisa dibilang dialah pelopor penyanyi pop sunda saat itu. Penampilannya memang sempat juga mengundang kontra dari para seniman klasik musik sunda karena dinilai melanggar pakem, namun Hendarso tetap melaju. Lagu Sarboah, Cucu deui, dan Maripi adalah contoh lagu yang sempat menjadi hits di kalangan penikmat musik pop sunda kala itu.<br /><br />Darso adalah penyanyi sunda yang memiliki bakat alam. Hal ini pernah diungkapkan kritikus film Eddy D Iskandar dalam sebuah artikelnya. Menurutnya lagu-lagu Darso banyak yang diciptakan secara spontan di studio rekaman. Semua itu merupakan ciri khas kekuatan penyanyi alami yang lagu-lagunya telah puluhan tahun menyatu dengan khalayak.<br /><br />Tak hanya lagu bertema cinta yang dia bawakan, penyanyi yang pernah tinggal di Karasak ini pun sempat menelurkan lagu relijius berjudul ”Amparan Sajadah.” Lagu ini bahkan kini dirilis ulang dalam bentuk baru oleh penyanyi rap Ebieth Bieth A.<br /><br />Beberapa lagu lain yang pernah saya dengar, diantaranya ; Nostalgia Cinta, Duriat, Tanjakan Burangrang, Mega Sutra Pantai Carita, dan Tanjung Baru.<br /><br />Darso memang nyeleneh. Gaya bahasa yang dilontarkannya cenderung kasar. Namun kendati begitu sumbangan Darso terhadap seni sunda khususnya calung sangat banyak dan harus dihargai. Ia adalah legenda hidup calung sunda.<br /><br />Patut disayangkan belum banyak yang menghargai kiprahnya selama puluhan tahun ini. Tercatat baru Sekolah Tinggi Musik Bandung yang pernah menganugerahkan penghargaan Jabar Music Award 2005 kepadanya.<br /><br />Semoga Darso tetap bisa berkarya kendati usianya sudah tidak muda lagi. Wilujeng, kang !!<br /><br />* Picture Courtessy of <a href="http://roisz.blogs.friendster.com/">Roisz</a>.Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1169803935918810982007-01-26T01:13:00.000-08:002007-02-15T22:59:55.313-08:00Televisi Saya Rusak (Lagi)<span style="font-style: italic;"><blockquote>"Untuk televisi yang kedua ini sebenarnya masalah awalnya sama persis dengan yang pertama, yakni kerap berpindah-pindah frekuensi. Sebelumnya memang tidak bermasalah, namun Televisi merk JVC ini entah mengapa mengikuti jejak televisi yang pertama. Suara dari tayangan televisi memang tetap keluar namun gambarnya amburadul"<br /></blockquote></span><br /><br />Seperti hari-hari sebelumnya, pada hari Kamis (25/1) pagi saya berniat untuk menonton news di televisi. Namun ketika televisi saya nyalakan betapa kagetnya karena yang tampil di layar hanyalah gambar yang tidak jelas. Gambar tayangan acara televisi hanya tampak sebagian kecil saja dan berwarna kombinasi merah tua dan coklat. Televisi saya rusak lagi !!<br /><br />“Waduuhh,……ini kejadian yang keduakalinya,” keluh saya dalam hati. Yaa, ini adalah televisi kedua yang rusak dalam kurun 1,5 tahun. Padahal keduanya baru. Sekitar 8 bulan lalu televisi merk Sharp di rumah mengalami masalah kerap berpindah-pindah frekuensi. Jika kita baru menyalakannya jangan berharap sebuah channel bisa kita tonton secara utuh. Pasalnya ia akan terus berpindah-pindah frekuensi. Setelah lama barulah televisi yang satu ini bisa tetap pada salurannya, walaupun berpindah lagi namun intensitasnya tidak sesering saat kita baru menyalakannya.<br /><br />Akhirnya karena kesal dengan kondisi televisi seperti itu, keluarga kami pun sepakat untuk memperbaikinya. Beruntung ada kerabat yang bisa menangani hal ini. Kini televisi Sharp ini tidak tetap dibiarkan disimpan di rumahnya. Usut punya usut ternyata menurut pengakuannya ia tidak memperbaiki sedikit pun. Dia hanya membersihkan debu-debu di bagian dalamnya saja. Hingga kini televisi yang itu tetap ”sehat” dan berfungsi sebagaimana mestinya.<br /><br />Untuk televisi yang kedua ini sebenarnya masalah awalnya sama persis dengan yang pertama, yakni kerap berpindah-pindah frekuensi. Sebelumnya memang tidak bermasalah, namun Televisi merk JVC ini entah mengapa mengikuti jejak televisi yang pertama. Suara dari tayangan televisi memang tetap keluar namun gambarnya amburadul.<br /><br />Hingga kini saya masih belum tahu penyebab kenapa keduanya bisa menghadapi masalah yang sama. Apakah pengaruh booster ? Atau kondisi geografis tempat tinggal saya yang memang berada di lembah daerah Bandung Utara ? Entahlah. Yang pasti kini saya akan ketinggalan headline news yang biasanya saya dapat dari berita pagi di televisi. Saya juga akan kehilangan kesempatan menonton sepakbola liga Inggris di akhir pekan.<br /><br />Ughh, apakah harus membeli televisi yang baru ? Non budgeter dong !! Belum lagi kalau ternyata kondisinya akan bernasib sama dengan pendahulunya, bisa berabe kalau begitu. Apakah diantara Anda ada yang mengalami pengalaman yang sama ?Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1169517651009168112007-01-22T17:52:00.000-08:002007-02-15T23:10:22.720-08:00Bandung Adopsi Aturan Menyalakan Lampu Motor di Siang Hari<span style="font-style: italic;"><blockquote>Memang aturan ini dinilai memboroskan aki dan lampu. Bahkan bukan tidak mungkin para penjual asongan yang biasa hanya menjual rokok, permen atau air mineral nanti menyediakan juga lampu sepeda motor, hehehe lucu juga</blockquote></span><br /><br />Hari Jum’at (19/1) <a href="http://d3saint.multiply.com/">Adjie Kunto</a> datang ke kantor saya untuk sebuah pekerjaan desain. Saat dia mau pulang dengan supra fit-nya saya tengok <span style="font-style: italic;">headlamp</span> sepeda motornya menyala, “Kok lampu gedenya dinyalain, ini kan masih sore ?” Tanya saya. “Nggak tahu tuh, soalnya di jalan tadi banyak polisi nyuruh kita yang pake motor buat nyalain lampunya,” ujarnya.<br /><br />Usut punya usut ternyata Polda Jabar telah mengikuti langkah Polda Metro Jaya untuk mewajibakan pengendara sepeda motor agar selalu menyalakan lampu utama, termasuk di siang hari.<br /><br />Sejak hari Sabtu (20/1) aturan ini sudah mulai disosialisasikan. Billboard milik pabrik sepeda motor yang dipasang di beberapa lokasi strategis pun kini ada yang berisi himbauan untuk menyalakan lampu di siang hari. Para petugas Polantas yang biasa mengatur lalu lintas di setiap perempatan kota Bandung juga kerap memberi isyarat tangan untuk meminta para pengendara motor menyalakan lampunya.<br /><br />Pada hari Minggu (21/1) dan Senin (22/1) saya lihat sudah semakin banyak para pengendara sepeda motor di kota kembang yang menyalakan lampunya. Unik juga melihatnya. Pemandangan seperti itu jadi mirip kampanye partai politik saat menjelang pemilu. Atau jika pawai bobotoh Persib Bandung saat akan menuju stadion atau sekembalinya mereka menonton.<br /><br />Kendati demikian saya menyambut baik aturan ini. Menurut saya dengan menyalakan lampu di siang hari akan menguntungkan seluruh pemakai jalan. Bagi para pengendara baik mobil ataupun motor kini saat akan menyalip kendaraan di depannya akan lebih berhati-hati karena bisa jelas melihat lewat kaca spion apakah ada kendaraan di sebelah kanannya yang akan menyalip juga atau tidak. Orang yang akan menyebrang jalan pun akan lebih waspada.<br /><br />Bila dibandingkan kota Surabaya memang Bandung ketinggalan. Di kota Pahlawan ini aturan seperti itu sudah lama diberlakukan. Menurut rekan saya <a href="http://ipans.blogs.friendster.com/days_of_thunder/">Ivan Suci</a>, di Surabaya kewajiban tersebut dikenal dengan istilah <span style="font-style: italic;">safety rider</span>.<br /><br />Memang aturan ini dinilai memboroskan aki dan lampu. Bahkan bukan tidak mungkin para penjual asongan yang biasa hanya menjual rokok, permen atau air mineral nanti menyediakan juga lampu sepeda motor, hehehe lucu juga.<br /><br />Namun yang penting kewajiban menyalakan sepeda motor di siang hari saya nilai sangat baik dan saya mendukungnya. Semoga saja langkah ini bener-benar efektif dalam mengurangi angka kecelakaan lalu lintas.Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1168912397141556122007-01-15T17:43:00.000-08:002007-02-15T23:18:20.836-08:00Mencari Kedai Sate Yang EnakSiapa yang tidak suka sate ? Saya pikir mayoritas kita adalah penikmat sate, baik sate ayam, kambing, sapi, ataupun sate kelinci. Kedai sate ataupun penjual sate keliling sangat mudah kita jumpai. Berbagai food court di pusat perbelanjaan pun kini rata-rata sudah dilengkapi dengan stand sate.<br /><br />Untuk mencari lokasi penjual sate yang enak memang gampang-gampang susah. Kita harus rajin menggali informasi dari kerabat dan rekan-rekan, atau mencarinya di media massa.<br /><br />Berbagai kedai sate pernah saya kunjungi, kendati mungkin jumlahnya belum sebanyak Anda. Untuk Kota Bandung, Jakarta dan sekitarnya ada beberapa lokasi yang layak Anda pilih.<br /><br />Untuk sate sapi, sate maranggi yang berada di Purwakarta, Bandung maupun Jakarta menurut saya masih yang terlezat dari beberapa kedai sate yang ada. Pilihan berikutnya adalah kedai sate H Mas’ud di Jl. Ir H Djuanda, Bandung ( dekat Sekolah Darul Hikam).<br /><br />Dibanding sate sapi maupun sate kambing, sate ayam adalah yang paling banyak dijual. Namun tetap saja mencari penjual sate yang enak tidak mudah. Sate Jl. Anggrek menurut saya masih yang teruenak di kota Bandung. Urutan selanjutnya adalah sate madura Jl Suryani, Bandung – dekat Andir. Untuk kota Jakarta, sate ayam Joglo – kebun jeruk layak masuk perhitungan.<br /><br /><center><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/sate2.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /></center><br /><br /><span style="font-style: italic;">Menunggu sate kambing di warung sate tegal H Chasmadi. Dari kiri ke kanan, searah jarum jam ; Mas Budi, <a href="http://rahard.wordpress.com/">Pak BR </a>, <a href="http://roisz.blogspot.com/">Roisz</a>, <a href="http://yan_linux.blogs.friendster.com/job_vs_hobby/">Yan</a>, Indra.</span> <br /><br />Untuk sate kambing lumayan banyak nominasinya. Bila berkunjung ke kota Bandung Anda boleh mencoba sate banyumas, di Jl. Ir H. Djuanda – Simpang Dago, sate Kardjan di pasirkaliki, ataupun Le Mans di Jl. Buah Batu. Satu lokasi yang sayang untuk dilewatkan adalah sate H Hadhori di Stasiun KA Bandung. Sate kambing di sini menurut saya masih yang nomor satu di kota kembang.<br /><br />Untuk wilayah Jakarta Anda jangan sampai ketinggalan untuk mencicipi sate H Saleh Kumis di Jl. Blora. Khusus lokasi ini saya pernah membahasnya juga pada tulisan beberapa bulan lalu, yakni tentang <a href="http://indrakh.blogspot.com/2006/06/sop-kaki-kambing-h-saleh-kumis.html">sop kaki kambing H Saleh Kumis</a>. Yang lainnya adalah warung sate tegal H Chasmadi di Jl. Kuningan Barat – dekat gedung Cyber. Saya kira dari berbagai sate kambing yang ada, sate tegal H Chasmadi inilah jawaranya. Rasa daging kambing mudanya yang manis dan empuk, dicampur bumbu kecap ataupun bumbu kacang akan membuat lahap makan anda. Tidak usah memesan banyak-banyak, saya sarankan Anda cukup memesan lima tusuk sate plus sop kambing, dan teh poci untuk minumnya, saya jamin pasti akan ketagihan makan di sana. Harganya pun relatif murah. Untuk makan bertiga dengan menu seperti tadi, Anda cukup merogoh kocek 50 ribu rupiah.<br /><br />Terakhir adalah sate kelinci. Mungkin tidak banyak yang menjual sate jenis ini, dan tidak banyak orang yang doyan. Namun jika penasaran ingin mencoba sate kelinci, Anda dapat mencarinya di sepanjang Jl. Raya Bandung – Lembang. Di kawasan ini banyak sekali warung-warung penjual sate kelinci. Namun dari semua tempat yang ada, sate kelinci Pak Sapri menurut saya merupakan yang terenak. Rasa daging kelincinya empuk dan tidak anyir. Jika Anda datang ke Bandung sara sarnkan Anda jangan melewatkan untuk mencoba sate kelinci Pak Sapri.<br /><br />***<br />Mungkin tulisan ini hanya membahas beberapa lokasi saja. Boleh jadi anda memiliki referensi lain yang lebih mumpuni. Anda punya info lokasi penjual sate lain yang lebih enak ?Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1168500009141277302007-01-10T23:03:00.000-08:002007-02-15T23:23:16.803-08:00Hidup di Gedung Tinggi<span style="font-style: italic;"><blockquote>..Saya merasa lebih kerasan tinggal di pemukiman biasa, yang kental dengan persaudaraannya. Saya lebih membutuhkan tetangga yang siap membantu ketika kita kesulitan. Saya lebih merindukan sapaan ramah orang-orang yang melewati rumah kita...</blockquote></span><br /><br />Kian minimnya lahan kosong untuk perumahan membuat pengembang pemukiman kini melebarkan lahannya secara vertikal. Di kota-kota besar bangunan apartemen mulai bermunculan. Para pengelolanya menawarkan berbagai fasilitas menggiurkan dengan beraneka konsep pembayaran. Dulu saya sering bertanya-tanya ”Apa sih bedanya tinggal di apartemen dibandingkan pemukiman biasa”? Apa enaknya dan apa nggak enaknya ? Dan kini saya sudah menemukan jawabannya.<br /><br />Sekira tiga bulan lalu, sebuah kamar apartemen di kawasan Slipi, Jakarta menjadi tempat singgah atau menginap bagi saya dan rekan-rekan jika ada perjalanan dinas di sana.<br /><br /><center><br /><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/apartemen.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a></center><br /><br />Dari sisi keamanan, secara sepintas apartemen mengaplikasikan tingkat keamanan lebih dibanding perumahan biasa. Diantaranya, penjagaan satpam di pintu masuk dan lokasi strategis, CCTV yang bisa dimonitor penghuni via televisi, dan akses lift dengan RFID. Memang bila dibandingkan dengan perumahan-perumahan atau cluster elit, konsep ini tidak terlalu jauh berbeda.<br /><br />Dari sisi fasilitas, apartemen juga menawarkan konsep one stop service. Adanya akses internet, tv kabel, minimarket, cafe dan restoran, laundry, kolam renang dan pusat kebugaran didesain pengelola apartemen untuk memudahkan penghuni agar mereka tidak perlu keluar area untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep seperti ini pun saya pikir tidak berbeda jauh dengan yang telah diaplikasikan kota-kota baru atau kota satelit di pinggiran kota besar, seperti BSD, Lippo Karawaci, atau Kota Baru Parahyangan.<br /><br />Hidup di apartemen memang mengasyikan, namun entah mengapa saya merasa ada yang hilang dari kehidupan seperti itu, yakni kekeluargaan dan kehidupan sosial. Kehidupan di gedung tinggi menurut pengamatan saya cenderung individualistik elitis. Bertemu dengan tetangga sebelah kamar pun mereka enggan menyapa. Menggunakan space parkir orang lain tidak pernah merasa bersalah, cuek saja. Ketika kepergok si empunya juga jangankan hadir kata maaf dari lisannya, sapaan sedikit saja tidak keluar dari mulutnya.<br /><br />Saya merasa lebih kerasan tinggal di pemukiman biasa, yang kental dengan persaudaraannya. Saya lebih membutuhkan tetangga yang siap membantu ketika kita kesulitan. Saya lebih merindukan sapaan ramah orang-orang yang melewati rumah kita. Saya merasa lebih nyaman melihat pemandangan pekarangan rumah yang hijau diisi tanaman dan apotek hidup ketimbang pemandangan jalanan ibukota yang sarat kemacetan dari balik jendela apartemen.<br /><br />Di apartemen tidak ada lagi pedagang keliling yang menjajakan dagangannya. Di apartemen saya tidak menyaksikan ibu-ibu rumah tangga maupun para pembantu mengerumuni tukang sayur untuk bahan memasak di hari itu. Di apartemen juga saya tidak menyaksikan pertandingan sepakbola, tenis meja atau bola voli antar kampung. Di apartemen juga saya tidak melihat lalu-lalang anak-anak kecil yang asyik bermain petak umpet dan saling kejar-kejaran. Dia apartemen juga saya tidak melihat rombongan orang maupun bocah-bocah yang bergegas menuju masjid atau pun surau untuk shalat berjamaah seusai adzan berkumandang.<br /><br />***<br />Puihhh, lelah juga membanding-bandingkan hal seperti ini. Hidup di gedung tinggi (apartemen) ternyata ada enaknya dan juga ada tidak enaknya. Kalau Anda lebih kerasan tinggal di mana ?Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1168395309953031852007-01-09T17:59:00.000-08:002007-02-15T23:30:06.111-08:00Musim Undangan Telah Tiba<blockquote><span style="font-weight: bold;">Satu hal yang kian memperparah kemacetan adalah banyaknya lokasi undangan yang menggunakan sebagian badan jalan untuk tempat kursi tamu undangan dan panggung hiburan dangdut maupun kesenian daerah<span style="font-style: italic;"></span></span></blockquote><br /><br />Bulan Januari 2007 tampaknya tak hanya identik dengan musim hujan dan musim bencana, namun juga musim undangan, baik itu undangan pernikahan maupun khitanan. Pada hari Sabtu (6/1) dan Minggu (7/1) kemarin misalnya, saya harus menghadiri sedikitnya 4 undangan, yang terdiri dari 3 undangan pernikahan dan 1 undangan syukuran khitanan.<br /><br />Penilaian saya semakin menguat karena selama perjalanan menuju lokasi undangan–undangan tersebut saya menyaksikan banyak masyarakat yang menggunakan batik dan pakaian adat.<br /><br />Janur kuning pun begitu marak dipasang di muka gang atau jalan maupun pintu masuk gedung-gedung yang kerap digunakan sebagai tempat resepsi. Di sepanjang Jl. Rajawali Barat yang sempat dilewati, saya iseng-iseng menghitung janur yang dipasang. Hasilnya ada 8 janur.<br /><br />Salah seorang kerabat saya yang sempat melewati ruas Cibiru hingga Setiabudhi pada hari yang sama menuturkan hal serupa.”Awalnya anak saya menghitung ada 10 janur, namun saking banyaknya jadi malas menghitung, mungkin ada sekitar 30 undangan” katanya.<br /><br />Waah, banyak juga yaa !! Jadi ada berapa undangan di kota Bandung saat itu ?? Pantas saja akhir pekan kemarin Bandung terasa lebih macet. Mungkin kali ini bukan hanya akibat kunjungan warga Jakarta yang berburu pakaian di factory outlet saja, namun juga akibat warga Bandung sendiri yang tumplek blek menghadiri berbagai hajatan yang digelar.<br /><br />Satu hal yang kian memperparah kemacetan adalah banyaknya lokasi undangan yang menggunakan sebagian badan jalan untuk tempat kursi tamu undangan dan panggung hiburan dangdut maupun kesenian daerah. Akibatnya lebar jalan yang digunakan para pengendara menjadi sempit.<br /><br />Pekan depan, 2 undangan dipastikan sudah menanti. Sepertinya keluarga saya bulan ini harus menyiapkan anggaran non budgeter lebih banyak:-D. Apakah anda juga seperti itu ??Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1166538684487661082006-12-19T06:31:00.000-08:002007-02-15T23:43:46.230-08:00Kembali ke Siliwangi Adalah Pilihan Bijak<span style="font-style: italic;"><blockquote>Keputusan Pengurus Persib yang akhirnya memilih kembali Stadion Siliwangi Bandung sebagai home ground ketimbang Stadion si Jalak Harupat, Soreang, Kab. Bandung pada Minggu (17/12) malam lalu bagi saya cukup melegakan. Kenapa saya hanya meyebut <span style="font-style: italic;">cukup melegakan<span style="font-weight: bold;"></span></span> ? Karena yang sangat melegakan adalah jika Persib benar-benar memiliki stadion yang representatif di kota Bandung - minimal sekelas Jalak Harupat.</blockquote></span><br /><br />Ini adalah postingan kedua tentang sepakbola di blog ini. Kendati saya sudah relatif lama belum menonton lagi di stadion, namun sebagai orang Bandung sekaligus bobotoh, saya tetap memperhatikan perkembangan Maung Bandung. Belakangan, yang menarik untuk saya cermati adalah terkait pemilihan home ground bagi tim berjuluk Pangeran Biru ini.<br /><br />Keputusan Pengurus Persib yang akhirnya memilih kembali Stadion Siliwangi Bandung sebagai home ground ketimbang Stadion si Jalak Harupat, Soreang, Kab. Bandung pada Minggu (17/12) malam lalu bagi saya cukup melegakan. Kenapa saya hanya meyebut <span style="font-style: italic;">cukup melegakan<span style="font-weight: bold;"></span></span> ? Karena yang sangat melegakan adalah jika Persib benar-benar memiliki stadion yang representatif di kota Bandung - minimal sekelas Jalak Harupat.<br /><br />Memang, bila melihat besarnya animo penonton saat ujicoba "derby" Persib vs Persikab, Minggu (17/12)sore, tidak bisa dipungkiri akan membuat panitia pelaksana (panpel) kian bertambah ketar-ketir dan kebingungan untuk menentukan lokasi home ground. Betapa tidak, dengan skuad barunya ini, bobotoh yang datang ke stadion dalam satu pertandingan kini bukan lagi berada di kisaran 20 ribu atau 25 ribu, namun sudah menyedot di angka 40 ribu hingga 50 ribu.<br /><br />Tapi untung manajemen akhirnya memutuskan tetap menggunakan Stadion Siliwangi sebagai home ground. Dan ini saya anggap merupakan pilihan bijak, kendati opsi ini sifatnya boleh dibilang darurat. Karena ujung-ujungnya, solusi terbaik tetap saja Kota Bandung harus memiliki stadion baru yang berkapasitas besar.<br /><br /><center><br /><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/STADION.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a></center><br /><br />Dari sisi kapasitas dan fasilitas, si Jalak Harupat memang lebih unggul dibanding Siliwangi. Namun akses jalan menuju ke sana ternyata menjadi permasalahan serius yang tidak mungkin dapat ditangani dalam jangka waktu sesaat. Pengalaman pertandingan hari Minggu lalu telah memberi bukti betapa seriusnya dampak dari permasalahan akses jalan tersebut.<br /><br />Seperti dikutip HU. Pikiran Rakyat (18/12), usai pertandingan uji coba tersebut, bobotoh memacetkan hampir semua akses pulang dari Stadion Si Jalak Harupat, Soreang Kab. Bandung. Sepeda motor dan mobil konvoi bobotoh terjebak kemacetan parah lebih dari tiga jam, terutama di Jln. Terusan Kopo, depan Kompleks Margahayu Permai.<br /><br />Bus rombongan Persib pun tidak luput dari kemacetan. Perjalanan dari stadion menuju mess di Jln. Bali Bandung harus ditempuh sekira 3 jam. Padahal, bus mendapat kawalan empat kendaraan keamanan.<br /><br />Melihat fakta di atas tentu sulit membayangkan bagaimana kondisi yang akan terjadi pada pertandingan liga yang sesungguhnya. Sudah dapat dipastikan faktor keamanan bagi rumah penduduk dan tempat usaha masyarakat yang dilewati bobotoh, maupun tim lawan menjadi lebih beresiko.<br /><br />Namun dengan memilih kembali ke Siliwangi, kini fokus manajemen akan lebih terarah. Faktor manajemen penonton-lah yang harus menjadi pekerjaan rumah utama. Semoga saja pihak terkait akan memiliki perencanaan yang matang terkait distribusi tiket yang mampu meminimalisir kasus percaloan dan tiket keriting. Penempatan big screen di wilayah sekitar stadion atau di beberapa lokasi strategis kota Bandung sepertinya juga efektif untuk memecah kerumunan massa di satu titik. Selain siaran langsung televisi yang tetap harus ada tentunya.<br /><br />Sekarang kita tunggu saja langkah manajemen dan panpel Persib dalam menghadapi liga mendatang. Semoga bisa berlangsung sukses tanpa membuat Persib terkena sangsi. Dan solusi yang paling tepat untuk semua permasalah ini tetap saja bahwa <span style="font-style: italic;">Persib Bandung harus memiliki stadion sendiri yang lebih reperesentatif.<span style="font-weight: bold;"></span></span> "Jadi kapan atuh akan terlaksana, Pak Dada ?." Hidup Persib, !!!. ^-^<br /><br /><br />* picture courtessy of <a href="http://persib.wordpress.com/">persib.wordpress.com</a>Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1166071297371452782006-12-13T20:40:00.000-08:002007-02-16T00:56:10.596-08:00Bikin galian kok di musim hujan ?<blockquote><span style="font-style: italic;">Bahkan di beberapa lokasi, lubang lubang galian itu dibiarkan menganga begitu saja tanpa diberi penghalang atau dipasang garis kuning. Bila tidak hati-hati, bukan tidak mungkin para pejalan kaki atau pengguna kendaraan di malam hari terancam tercebur ke dalam lubang yang menjadi berisi air karena curahan hujan.</span></blockquote><br /><br />Memasuki Bulan Desember, intensitas hujan di kota Bandung cukup tinggi. Nyaris setiap hari, entah itu pagi ataupun sore hari kota kembang diguyur hujan lebat. Di saat musim penghujan datang, satu hal yang menjadi pemandangan rutin di sini adalah hadirnya banjir cileuncang sebagai akibat tidak lancarnya surface run off ke badan air penerima.<br /><br />Banjir cileuncang ini kerap menyulitkan para pejalan kaki maupun pengendara mobil atau motor. Bahkan bila kita kurang piawai dalam mengatur kecepatan kendaraan, bisa jadi kendaraan kita mogok akibat terjebak genangan banjir.<br /><br />Namun di musim penghujan kali ini para pejalan kaki maupun pengguna kendaraan tampaknya harus ekstra hati-hati. Pasalnya selain banjir cileuncang, ada juga ancaman lain yakni hadirnya proyek-proyek galian di beberapa sudut kota.<br /><br />Galian kabel ataupun galian untuk kebutuhan lainnya telah menyebabkan jalan yang dilewati para pengendara menjadi tambah licin dan mengundang bahaya di saat musim hujan. Seperti yang terlihat di sekitar Jl. Cikutra dan proyek fiber optik PT Telkom di Jl. Raya Bandung Lembang – dekat seskowad.<br /><br /><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/galian.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /><br />Di beberapa lokasi, saya bahkan pernah melihat lubang lubang galian itu dibiarkan menganga begitu saja tanpa diberi penghalang atau dipasang garis kuning. Bila tidak hati-hati, bukan tidak mungkin para pejalan kaki atau pengguna kendaraan di malam hari terancam tercebur ke dalam lubang yang menjadi berisi air karena curahan hujan. <br /><br />Entah kenapa, saya pun tidak mengerti mengapa dinas-dinas di pemkot/ pemkab ataupun perusahaan terkait itu memilih menjadwalkan proyek penggalian di musim hujan ? Apakah tidak bisa dijadwalkan saat musim kemarau ? Atau memang proyek itu dilakukan untuk menghabiskan anggaran di akhir tahun ?<br /><br />Aaagh….tau ah gelap. Pertanyaan seperti itu tampaknya sama rumitnya dengan mencari jawaban dari pertanyaan ‘’Mengapa perbaikan jalan oleh Dinas Bina Marga kerap dilakukan di musim hujan’’ ? Bukankah umur jalan menjadi tidak akan lama, karena setelah diperbaiki kembali digerus air hujan ? Ayoo, TANYA KENAPA-TANYA KENAPA ?<br /><br /><br />*picture courtessy of <a href="http://www.pikiran-rakyat.com%20/">Pikiran Rakyat</a>Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1165551902892969652006-12-07T20:15:00.000-08:002007-02-16T00:57:59.541-08:00Makan Seafood di Benhil Diiringi Live Musik<blockquote><span style="font-style: italic;">“Mereka cukup apik saat memainkan lagu-lagu Reggae seperti Welcome to my Paradise-nya Steven & Coconuttreez. Begitupun saat membawakan lagu Killing me Softly yang pernah dipopulerkan Fugees.”<span style="font-weight: bold;"></span></span></blockquote><br /><br />Pada hari Minggu (3/12) sore pekan lalu, saya, <a href="http://yan_linux.blogs.friendster.com/job_vs_hobby/">Yan</a> dan <a href="http://roisz.blogspot.com/">Rois</a> harus berangkat ke Jakarta, karena ada jadwal pertemuan dengan klien pada Senin pagi. Kami pun sepakat untuk makan malam di Rumah Makan (RM) Ibu Haji Ciganea, Purwakarta. Karena kita memilih jalur Cipularang, maka harus keluar pintu tol Jatiluhur terlebih dahulu untuk mencapai tujuan.<br /><br />Namun sungguh sayang, sesampainya di sana kami terpaksa gigit jari karena ternyata RM tersebut tutup. Saat itu baru menyadari kalau hari itu adalah hari Minggu.<br /><br />Akhirnya kami bertiga memutuskan untuk makan malam di Jakarta saja. Tempat makan yang kami pilih adalah Warung Sate Tegal di Kuningan Barat – dekat gedung Cyber. Namun lagi-lagi kami harus kecewa, karena warung sate itu pun sudah tutup.<br /><br />Saya sebenarnya mengusulkan untuk makan sop kambing di Jl. Blora, tapi <a href="http://yan_linux.blogs.friendster.com/job_vs_hobby/">Yan</a> memiliki usul lain. Ia mengajak kita untuk makan seafood di Bendungan Hilir (benhil). Akhirnya kami pun sepakat untuk makan di sana.<br /><br /><center><br /><a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/seafood.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a></center><br /><br />Sesampainya di Benhil, kami pun memilih untuk makan di warung seafood Santiga. Lokasinya pas di depan BCA Benhil, atau seberang RM padang Sederhana.<br /><br />Bila <a href="http://yan_linux.blogs.friendster.com/job_vs_hobby/">Yan</a> memilih Kepiting saus tiram dan jeruk panas untuk menu makan malam hari itu, sementara <a href="http://roisz.blogspot.com/">Rois</a> yang kurang doyan ikan lebih memilih udang goreng tepung dan <strike>teh manis</strike> lemon tea. Adapun saya penasaran ingin mencoba menu udang goreng bakar saus tiram dan teh manis sebagai minuman pengiringnya.<br /><br />Dari sisi rasa, seafood di Santiga ini lumayan enak, meski masih kalah dibanding Seafood di kawasan Cilaki atau Taman Sari, Bandung. Namun yang membuat saya merasa nyaman makan di Santiga adalah adanya sajian Live Musik untuk para konsumennya.<br /><br />Pada malam itu saya melihat genre musiknya juga macam-macam, tidak tergantung pada satu aliran. Skill para pemainnya pun membuat saya kagum, terutama pada performa pemain bass yang malam itu berdandan mirip Krisyanto – vokalis Jamrud – yang memiliki ciri khas dengan kupluk hitamnya.<br /><br />Mereka cukup apik saat memainkan lagu-lagu Reggae seperti Welcome to my Paradise-nya Steven & Coconuttreez. Begitupun saat membawakan lagu Killing me Softly yang pernah dipopulerkan Fugees. Mereka juga bahkan cukup piawai ketika mengiringi salah seorang pengunjung yang meminta lagu Jablay dari OST Mendadak Dangdut yang dipopulerkan Titi Kamal.<br /><br />Anda tertarik untuk makan malam dengan menu seafood sambil menyaksikan live musik ? Tampaknya warung seafood Santiga layak menjadi pilihan Anda.Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1165473685757396252006-12-06T22:38:00.000-08:002007-02-16T00:59:13.108-08:00Horee !!! Futsal Lagi !!!<a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/futsal1.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br />Setelah harus absen sekitar 4 bulan karena penyembuhan pasca operasi, akhirnya pada hari Sabtu (2/12) pukul 07.00 WIB saya bisa bermain futsal lagi bersama rekan-rekan <a href="http://www.indocisc.com/"> indocisc </a> dan beberapa mahasiswa Unpad. Saya masih ingat, terakhir bermain di futsal hall Parahyangan Plaza, Bandung itu pada 5 Agustus lalu, jadi lumayan lama juga.<br /><br />Di sepuluh menit pertama kaki ini memang masih terasa kaku dan sangat hati-hati dalam berlari mengejar bola. Namun setelah itu, perlahan-lahan gerakan saya sudah mulai enak dan bisa mengikuti irama permainan.<br /><br />Hingga menit ke-30 tim saya masih ketinggalam skor, 3 - 6. Namun akhirnya tim kami bisa juga menyamakan kedudukan, dan berbalik unggul 12 - 9. Alhamdulillah saya juga bisa menyumbang 3 gol, lumayan untuk yang baru bermain futsal lagi. ;))<br /><br />Sungguh senang rasanya bisa kembali turun ke lapangan. Karena selain menyehatkan badan, olahraga ini juga bisa menambah keakraban diantara kami. Ayoo, siapa yang mau ikut main lagi Sabtu depan !!<br /><br />* Picture Courtessy of : <a href="http://www2.blogger.com/%20http://s-paolo.cocolog-nifty.com%20/">S-Paolo.Cocolog-nifty</a>Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1164643274576047072006-11-27T07:53:00.000-08:002007-02-16T01:12:36.883-08:00Perjalanan Subuh Yang MelelahkanSudah lama saya tidak pernah berangkat ke Jakarta lagi di waktu subuh. Sejak kehadiran Tol Cipularang, bila ada perjalanan dinas ke Jakarta saya kerap pergi dari Bandung pada pagi hari bila ada agenda pertemuan sebelum dhuhur.<br /><br />Pertimbangan lain adalah saya sangat jarang pergi ke Jakarta pada hari Senin, lebih sering hari Selasa atau Kamis, sehingga peluang terjebak kemacetan total di ruas tol Cikampek atau tol dalam kota relatif bisa dihindari.<br /><br />Namun Senin (27/11) ini, saya harus berangkat dari rumah menuju kantor sebelum adzan Subuh, karena ada agenda meeting di Jakarta pagi hari. Selain itu karena perjalanannya dilakukan pada hari Senin kami khawatir akan terjebak kemacetan panjang dari mulai pintu tol Pondok Gede.<br /><br />***<br />Sebenarnya saya memiliki rencana untuk berangkat ke kantor pada pukul 04.00 WIB. Namun hujan yang mengguyur kota Bandung sejak pukul 03.00 WIB membuat saya menunda keberangkatan sejenak.<br /><br />Tetapi hingga pukul 04.20 WIB hujan ternyata belum juga reda, bahkan cenderung semakin deras. Karena khawatir terlambat, akhirnya saya nekad juga untuk berangkat menuju kantor menggunakan sepeda motor lengkap dengan perlengkapan hujan.<br /><br />Prediksi awal, baju yang saya kenakan itu tidak akan basah karena terlindung raincoat. Namun ternyata perkiraan saya tersebut meleset, karena hujan turun sangat deras sehingga air menembus hingga ke pakaian.<br /><br />Hal lain yang diluar dugaan adalah terjadi genangan banjir yang cukup tinggi di beberapa tempat yang dilalui. Bahkan saya sangat kaget ketika sebuah minibus tiba-tiba menyalip sepeda motor yang saya kendarai dengan kecepatan tinggi di kawasan Lebak Siliwangi. Padahal saat itu saya tengah memperlambat kecepatan kendaraan karena banjir dan menghindari berbagai sampah jalanan yang berceceran karena terbawa aliran air. Akibat ulah pengemudi minibus itu, genangan banjir menjadi meluap ke atas badan saya, dan membasahi seluruh pakaian.<br /><br />Karena tidak bawa baju ganti versi resmi, akhirnya terpaksa saya balik lagi ke rumah untuk membawa baju ganti. Stress juga saat itu, karena saya pikir pasti sudah ditunggu <a href="http://roisz.blogspot.com/">Roisz</a>, <a href="http://andika-lives-here.blogspot.com/">Pak Andika</a> dan juga <a href="http://rahard.wordpress.com/">Pak Budi </a> di kantor untuk segera berangkat.<br /><br />Akhirnya setelah bawa baju ganti dan cek ricek kembali saya pun memacu kembali sepeda motor dengan kecepatan tinggi sampai nyaris menabrak Toyota Avanza yang mogok di depan pasar Suci karena licin saat akan mengerem kendaraan.<br /><br />Beruntung bisa sampai di kantor sekitar pukul 04.50 WIB dan belum terlambat, karena saat itu <a href="http://roisz.blogspot.com/">Roisz</a> masih memanaskan mobil. Setelah siap semua, kami pun kemudian berangkat menuju Jakarta. <span style="font-style: italic;">Puihh....benar-benar perjalanan Subuh yang melelahkan</span>, namun Alhamdulillah agenda kerja berjalan lancar.Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1164336173319121122006-11-23T18:34:00.000-08:002007-02-16T01:14:45.443-08:00Bandung Mulai Dingin LagiSejak siang kemarin kota Bandung mulai dingin lagi. Hujan yang ditunggu-tunggu akhirnya turun juga. Sedikitnya tiga kali kota kembang diguyur hujan pada hari Kamis (23/11) kemarin.<br /><br />Dan Jumat (24/11) ini, sejak pagi hujan gerimis turun di beberapa lokasi. Kepergian saya ke kantor pun diiringi hujan, kendati hanya rintik-rintik. Alhamdulillah, datangnya hujan mampu mendinginkan suhu udara yang sebelumnya terasa panas.<br /><br />Belakangan ini kota Bandung memang gerah sekali. Suhunya bahkan pernah mencapai angka 34,20 derajat celcius pada hari Senin (20/11) lalu. Memang angka tersebut belum melampaui rekor suhu paling panas kota Bandung yakni 34,7 derajat celcius yang pernah terjadi pada 21 Oktober 2002 lalu. Namun tetap saja suhu seperti itu membuat kita serasa tinggal di Bekasi atau Surabaya, bukan di Bandung yang terkenal sejuk.<br /><br />Menurut Kepala Kantor Badan Meteorologi dan Geofisika Kelas I Bandung, Drs. H. Hendri Subakti, S.Si., seperti saya kutip dari H.U Pikiran Rakyat mengatakan, rata-rata suhu maksimum Kota Bandung memang mengalami kenaikan hingga dua derajat Celsius dalam 20 tahun terakhir. "Jika 20 tahun lalu, rata-rata suhu maksimum Kota Bandung selalu di bawah 30 derajat Celsius, tahun ini sudah mencapai 31 derajat Celsius," tuturnya.Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1163669005627751222006-11-16T01:22:00.000-08:002007-02-16T01:19:13.983-08:00Aah, si Dia Datang Lagi<a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/perangkaptikus.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br />Semegah ataupun semewah apapun rumah anda, bila hewan ini telah berkunjung ke tempat anda, saya jamin akan banyak menyita ketenangan dan kenyamanan. Apalagi bila kediaman kita tak seluas rumah orang-orang kaya di permata hijau atau setraduta, alias segitu-gitunya, pasti gangguan si dia ini kian terasa menyempitkan kediaman kita.<br /><br />Sudah tiga hari dia menampakan diri lagi di rumah saya, setelah cukup lama tidak muncul. Tikus got seukuran marmut itu muncul lagi di sekitar ruangan dapur dan kamar mandi. Saat malam datang, tak jarang si monyong ini mengganggu lelap tidur kita akibat ulahnya menjatuhkan barang-barang di dapur.<br /><br />Yang membuat bertambah jengkel adalah aksinya dalam membongkar tempat sampah, bahan makanan maupun wadah bumbu. Di pagi hari, sisa-sisa penjarahannya membuat kotor lantai dapur. Belum lagi penjelajahannya di atas rak piring yang kerap kita pergoki saat akan ke dapur atau kamar mandi kamar mandi. Ulahnya itu menambah pekerjaan kita untuk mencuci ulang dengan air panas terhadap barang yang akan kita gunakan, karena khawatir jejaknya membawa penyakit.<br /><br />Setelah usaha menaklukannya dengan perangkap tikus beberapa waktu lalu kerap berbuah kegagalan, kemarin akhirnya saya putuskan untuk mencoba lem tikus. Di atas karton yang telah dibubuhi lem tikus itu saya taburkan sedikit terasi dan nasi untuk daya tarik. Semoga saja usaha ini berhasil.<br /><br />Benar saja, pagi keesokan harinya seekor tikus terperangkap di atas lem itu. Tapi kenapa yang tertangkap ini tikus yang berbeda ??? Tikus yang ini lebih kecil dan bukan hewan target operasi saya ?? Rupanya dia tak hanya satu, namun ada juga temannya.<br /><br />Hingga tadi tikus got sebesar marmut itu belum juga tertangkap, entah kapan operasi ini berakhir. Kalau dipikir kenapa yaa dia datang lagi, mungkin hikmahnya supaya produk lem tikus ada yang beli, hehehe.<br /><br />Ada yang punya tips lain ? Boleh sepertinya kita berbagi.<br /><br /><br />Picture Courtessy of http://www.doyourownpestcontrol.comIndra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1161167117846693172006-10-18T03:24:00.000-07:002007-02-16T01:20:08.098-08:00Swarha, Riwayatmu Kini<a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/toko_indra.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /><br />Bangunan dalam gambar di atas bukanlah bangunan milik saya, kendati di sana terpampang jelas nama toko : Indra "Mahal Uang Kembali." Gedung kusam yang terletak di Jl. Asia Afrika, tepatnya di samping Masjid Agung Bandung itu dulunya merupakan bangunan bersejarah yang memberi andil penting saat penyelenggaraan Konferesi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955.<br /><br />Kala itu, gedung bernama Swarha Islamic ini digunakan sebagai tempat penginapan bagi para tamu negara yang menghadiri KAA 1955. Selain Swarha Islamic, panitia KAA waktu itu menyiapkan pula sedikitnya 14 hotel dan 31 bungalow. Tiga diantaranya yang masih dikenal hingga kini adalah Hotel Savoy Homann, Hotel Preanger, dan Hotel Braga. <br /><br />Bangunan yang kini menjadi tempat toko kain itu, pada era 1950-an pernah menjadi tempat para wartawan menghimpun berita atau kini kerap disebut sebagai media center bagi para jurnalis peliput KAA. Penempatan media center di gedung Swarha konon diambil karena letaknya yang berseberangan dengan Kantor Pos Besar sehingga memudahkan para kuli tinta pada masa itu untuk mengirimkan berita lewat telegram.<br /><br />Penginapan berlantai empat yang memiliki 16 kamar ini pernah menjadi tempat bekerja bagi tokoh-tokoh jurnalis tanah air dan dunia, seperti Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar dan Arthur Conte.<br /><br />Jadi jika anda suatu saat berkunjung ke kota Bandung dan melewati gedung Swarha, semoga anda tak lagi bertanya-tanya : "Gedung apa, ini !! kok bangunan tua dan kusam seperti itu masih dipelihara ??<br /><br />Kendati kini hanya menjadi toko "Indra'" mudah-mudahan saja catatan sejarahnya tak terlupakan begitu saja, syukur-syukur Pemkot Bandung memiliki keinginan untuk mensinergikannya dengan kawasan Masjid Agung Bandung sehinga bisa menjadi tempat yang lebih bermanfaat.<br /><br /><br />Picture Courtesy : AdjieIndra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1160100347160087932006-10-05T19:04:00.000-07:002007-02-16T01:21:12.893-08:00Tempat Ibu dan Anak di BSM<a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/ibu_dan_anak.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /><br />Pekan lalu, saya bersama beberapa rekan mengunjungi Bandung Super Mal (BSM). Tujuannya hanya sekedar jalan-jalan, sambil menunggu kelarnya pesanan roll banner untuk kepentingan promosi layanan mobile di kota Cirebon.<br /><br />Lumayan lama juga saya tidak berkunjung ke tempat perbelanjaan di selatan kota Bandung itu. Kondisinya jauh berbeda dibanding beberapa tahun silam saat saya masih sering berkunjung ke tempat itu bersama kawan-kawan kampus.<br /><br />Penurunan drastis tampak jelas dari sisi pengunjung yang biasanya memenuhi counter-counter yang ada di mal milik Para Group itu. Oh, iya saya masih ingat, dulu bila kita akan berbuka puasa di food court-nya BSM mesti rela mengantri, saking banyaknya orang yang ingin tajil dan makan malam di sana. Kini pemandangan seperti itu tidak tampak lagi.<br /><br />Kendati demikian ada sebuah tempat yang menarik saya saat itu, yakni lokasi khusus bagi ibu menyusui yang diberi nama “Tempat Ibu dan Anak.” Bagi saya keberadaan tempat tersebut menjadi kredit point khusus bagi BSM. Mengapa demikian ? Karena kenyamanan seorang ibu dalam memenuhi kebutuhan makanan sang bayi menjadi faktor penting, dan BSM memahami kepentingan itu. Seorang ibu menyusui pasti merasa risih jika harus menyusui balita mereka di tempat umum. Namun terkadang desakan tangisan sang bayi akhirnya memaksa ibu untuk menyusui anaknya saat itu juga. Nah, keberadaan tempat ibu dan anak ini jelas merupakan fasilitas yang berguna. Salut untuk anda, BSM !!<br /><br />Mungkin bagi mal atau pusat perbelanjaan lainnya yang belum menyediakan fasilitas serupa, bisa mencontoh keberadaan tempat ibu dan anak di BSM ini. Bagi yang sudah memiliki saya acungkan jempol pula untuk anda !!.<br /><br />Satu hal lagi yang selayaknya menjadi perhatian pengelola mal adalah keberadaan mushola. Selama ini kebanyakan pengelola cenderung memilih basement yang pengap dan panas sebagai lokasi tempat ibadah, padahal bila mereka menempatkannya di lokasi yang dekat dengan para tenant alangkah lebih baik, dan tentu menjadi kredit point tersendiri dari para pengunjung.<br /><br />Picture courtesy : Setyadjie KuntowibisonoIndra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1159341679861446992006-09-27T00:15:00.000-07:002007-02-16T01:21:53.053-08:00Maut Menjemput Usai Sabung Ayam<a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/adu_ayam_big.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br />Menjelang Ramadhan tiba, sebagian masyarakat kita kerap memulainya dengan kegiatan silaturahmi keluarga. Aktivitas tersebut ada yang memanfaatkannya sebagai sarana ishlah, saling berma'afan satu sama lain, atau pun untuk sekedar berkumpul saja.<br /><br />Begitu juga yang keluarga besar kami lakukan. Sabtu (23/9) sore itu, kami sengaja berkumpul di rumah untuk bersilaturahmi setelah sekian lama tidak bertemu. Namun, saat saya bersama beberapa orang saudara dan kerabat tengah asyik mengobrol di depan rumah, tiba-tiba kami dikejutkan oleh kedatangan seorang nenek berusia sekitar 70 tahun. Setahu saya, wanita lanjut usia ini agak sedikit terganggu jiwanya, sehingga waktu itu awalnya kami tidak terlalu menghiraukan ucapannya. “Waah maenya gara-gara ngadu hayam, kalakah jelema anu maot (Waah, masa gara-gara sabung ayam, malah manusia yang meninggal),” katanya seraya menunjukan jari tangannya ke arah barat desa.<br /><br />Setelah beberapa lama kami akhirnya menjadi penasaran dengan perkataan sang nenek itu. Bersama ayah mertua, saya pun kemudian berangkat menuju tempat yang ditunjukannya, jaraknya sekira 100 meter dari rumah. Benar saja, setibanya di lokasi ternyata telah berkumpul beberapa orang yang tengah mengelilingi salah seorang pria paruh baya yang telah meninggal dunia. Bapak tersebut hanya dibaringkan di teras sebuah rumah dan ditutupi sehelai kain.<br /><br />Salah seorang pemuda yang turut menjadi saksi mata menuturkan kepada saya bahwa bapak tersebut tiba-tiba saja terjatuh di perkebunan yang berada di lembah sebrang daerah kami. Kepada sang pemuda, dia mengeluh kecapaian setelah berusaha kabur dari kejaran polisi yang menggerebek arena sabung ayam di desa tetangga. “Tadi mah waktos teu acan pupus, bari ngos-ngosan anjeuna nyarios nuju kabur ti udagan pulisi anu ngagerebeg tempat anjeuna ngiringan ngadu hayam (Sebelum meninggal ia berkata sambil terengah-engah bahwa ia kabur dari kejaran polisi yang menggerebeg tempatnya mengikuti sabung ayam),” katanya.<br /><br />Hal tersebut kemudian dibenarkan oleh salah seorang kerabatnya yang juga turut berlari bersama korban karena berusaha kabur dari kejaran polisi. “Si akang mah boga asma jadi pas lumpat jauh satarikna jigana kacapean nepi kapiuhan, ngan teu nyangka bakal tuluy maot (Bapak tersebut memiliki asma, jadi ketika lari cepat dalam jarak yang jauh kemungkinan kecapaian hingga pingsan, namun tidak disangka akhirnya akan meninggal),” tutur dia.<br /><br />Mendengar kabar kematian tersebut, penduduk desa pun terus berbondong-bondong, mereka penasaran ingin melihat tempat kejadian. Melihat gelombang massa yang kian bertambah, tokoh masyarakat setempat kemudian berinisiatif untuk segera membawa jenasahnya ke rumah keluarganya di desa tetangga. Hingga kini saya sendiri tidak mengetahui apakah aparat keamanan setempat melakukan autopsi atau menyelidiki kasus kematiannya atau tidak.<br /><br />Maghrib tinggal beberapa menit lagi tiba, namun masyarakat masih banyak yang berkumpul di sudut-sudut desa. Mereka masih ramai membicarakan kasus yang menghebohkan itu. Dari perbincangan mereka pada umumnya mereka menyayangkan kematiannya yang hanya beberapa jam menjelang Ramadhan namun sebelumnya terlibat judi sabung ayam. “Leuh meuni kaduhung pisan, sakedap deui sasih shaum anjeuna pupus saatos ngadu hayam (Sangat disesalkan, sebentar lagi masuk bulan Ramadhan, namun ia harus meninggal seusai sabung ayam),” ujar salah seorang ibu kepada tetangganya. Namun tetangga itu kemudian menjawab : “Mugi-mugi urang mah tau maot jiga kitu, tapi ketang saha anu terang anjeuna kabujeng tobat waktos kabur ti udagan pulisi, anging Pangeran anu terang eta mah (Mudah-mudahan kita tidak meninggal dengan cara seperti itu, namun siapa tahu ia sempat taubat terlebih dahulu saat kabur dari kejaran polisi, hanya Allah-lah yang Tahu).”<br /><br />Yang menarik, biasanya menjelang sahur di desa kami banyak kelompok remaja dan pemuda yang bermain musik dapur untuk membangunkan sahur. Namun seusai kejadian, aktivitas mereka mendadak lenyap. Dini hari yang biasanya gaduh kini menjadi sepi. Entah kenapa, mungkin mereka takut dengan kejadian beberapa hari lalu. Wallahu a'lam (Indra KH)***<br /><br /><br />Picture Courtesy of www.hallefreun.deIndra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1158284530676397022006-09-14T18:40:00.000-07:002007-02-16T01:22:49.473-08:00Ada Damai di Dongmakgol<a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/dongmakgol1.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /><br />Dongmakgol hanyalah sebuah desa di kawasan pegunungan Korea. Mayoritas penduduk di sana adalah petani/ peladang jagung dan kentang. Mereka hidup damai, tak mengenal permusuhan dan peperangan. Kondisi itu mulai berubah saat pesawat yang ditumpangi seorang serdadu AS bernama kapten Smith (Steve Tascher) jatuh, akibat gangguan ribuan kupu-kupu yang hidup di kawasan tersebut.<br /><br />Perubahan suasana kian bertambah tak lama setelah Dongmakgol kedatangan dua orang tentara Korea Selatan yang tersesat. Mereka adalah Letnan Pyo (Shin Ha Kyun) dan staff medis Moon Sang sang (Seo Jae gyung). Penduduk Dongmakgol yang tak mengenal perang bahkan merasa aneh dengan dandanan kedua serdadu itu. Mereka menyebut tentara dengan seragam dan senjata lengkap dan bertopi baja itu sebagai “serigala” bertopi labu dan bertongkat panjang.<br /><br />Kedamaian yang ada di Dongmakgol mulai terusik saat seorang gadis yang mengalami gangguan jiwa bernama Yeo il (Kang hye Jeong) yang juga anak dari kepala desa Dongmakgol secara tak sengaja “menuntun” arah tiga orang serdadu Korea Utara yang kabur dari medan tempur perang Korea ke desa tersebut. Mereka adalah Komandan Lee (jeong jae young), Jang yong hee (im ha ryong) dan Taeg ki (Ryoo Deok hwan).<br /><br />Bisa diduga, pertemuan dua kubu satu ras itu kemudian memicu ketegangan di Dongmakgol. Kedua belah pihak saling ancam dan menodongkan senjata ke arah lawan dengan penduduk sebagai sandera. Suasana mulai kacau ketika granat yang dipegang Taeg ki jatuh, akibatnya serdadu kedua belah pihak sibuk menyelamatkan diri, namun penduduk tetap santai karena mereka tak mengetahui bahaya granat tersebut. Untungnya peledak tersebut tidak meledak, namun seusai itu taeg ki malah melempar granat tersebut ke arah belakang, lokasi dimana berada gudang makanan desa Dongkmakgol. Berbeda dengan sebelumnya, granat itu kini meledak dan menghancurkan gudang jagung dan kentang. Lucunya, ledakan tersebut menyebabkan jagung menjadi berubah menjadi pop corn yang berhamburan ke angkasa laksana hujan salju.<br /><br />Para penduduk Dongmakgol tentu tidk terima persediaan makanan mereka lenyap akibat ulah para tentara Korea tersebut. Kepala Desa akhirnya meminta kubu Lee dan Pyo untuk bekerja selama satu tahun sebagai kompensasi hilangnya jagung dan kentang.<br /><br />Dari sinilah cerita semakin menarik, karena semakin sering bersama, kelima serdadu dari dua Korea plus seorang tentara AS itu menjadi akrab dan akhirnya berteman. Perseteruan dianatara mereka berubah menjadi kerjasama. Bahkan mereka bahu membahu untuk menghadang serangan pesawat tempur AS dan Korea Selatan yang menggangap Dongkmakgol sebagai pangkalan Korea Utara. Kendati akhirnya baik kubu Lee maupun Pyo seluruhnya tewas dan yang tersisa hanya Kapt Smith.<br /><br />**<br />Itulah sekilas kisah Welcome to Dongmakgol, sebuah film Korea yang diproduksi tahun 2005 hasil besutan sutradara Park Kwang hyun dari skenario Jang jin. Film ini mengajarkan persahabatan dan petaka peperangan. Saya pikir bagi anda yang belum pernah menontonnya, film berdurasi 133 menit ini layak untuk dicoba. Dongmakgol juga terpilih sebagai Best Foreign Film category di piala Oscar 2006.Ok, selamat menonton :-).<br /><br />Oh iya buat adjie, thanks udah minjemin film ini, kayaknya perlu juga gw beli di Vertex buat koleksi, hehe.Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1158113961013214382006-09-12T19:09:00.000-07:002007-02-16T01:24:43.049-08:00Kompetisi Taksi Kota Bandung<a href="http://smg.photobucket.com/albums/v311/indrakh/?action=view¤t=bb.jpg" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/bb.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br /><br />Polemik masalah taksi di kota Bandung masih terjadi, kendati tensinya cenderung menurun. Beberapa waktu lalu entah kenapa saya jadi tertarik untuk mencoba beberapa armada taksi yang ada di kota Bandung. "Untuk tahap awal saya mencoba menghubungi no telp salah satu taksi yang tengah naik daun. Seorang wanita yang menerima telpon saat itu menginformasikan kepada saya untuk menunggu, "Tunggu 15 menit, ya pak," katanya. Namun nyatanya hingga menit ke 27, taksi yang ditunggu belum juga "nongol" didepan rumah saya, baru sekitar menit ke 35 mobil yang ditunggu datang.<br /><br />Konon taksi ini merupakan yang terbaik dan ternanyardi Bandung saat ini, namun baru membuka pintu lalu duduk saya sudah kurang nyaman dengan kondisinya ; supir agak jutek, AC tidak dinyalakan, ditambah lagi tarif yang digunakan adalah tarif maksimal. Dari Hegarmanah hingga Kiaracondong saya mesti merogoh kocek sebesar 30 ribu rupiah. "Seusai itu saya pikir mungkin hanya kebetulan saja dapat supir taksi yang kurang enak, namun ini jadi satu catatan bahwa standar supir taksi di perusaan tersebut butuh peningkatan lagi. Kesimpulan itu saya ambil, karena sebelum-sebelumnya saya belum pernah dikecewakan oleh taksi berwarna biru langit ini.<br /><br />Masih penasaran, di hari itu juga saya kembali ingin mencoba taksi. Kali ini saya pilih armada yang sebelumnya kerap menjadi pilihan masyarakat Bandung sebelum kedatangan armada asal Betawi. Baru buka pintu saya sudah disambut ramah sang pengemudi, "Selamat malam , pak," ujarnya. Di tengah perjalanan bahkan dia mengusulkan jalan-jalan alternatif untuk menghindari kemacetan, dan pilihan dia saya nilai memang tepat. Selain saya dibuat nyaman karena AC-nya on, tarif taksi ini pun masih memakai tarif lama. Dari Jonas hingga hegarmanah atas, saya hanya membayar 13 ribu.<br /><br />Berbeda dengan armada taksi milik salah satu koperasi di kota Bandung. Saat mencobanya beberapa hari lalu saya benar-benar kecewa. Sudah supirnya tidak ramah, AC tidak jalan, sesampainya di tujuan malah minta tambahan ongkos lagi dari tarif yang tertera di argo. Alasannya karena masuk jalan kecil, katanya. Sungguh alasan yang mengada-ngada.<br /><br />Yaa, kompetisi taksi di kota Bandung saya pikir kini hanya layak dialamatkan untuk dua armada taksi. Kunci untuk leading bagi mereka adalah Customer satisfaction. Selain kendaraan harus bagus, AC juga mesti berfungsi. Selain harus menggunakan argo yang telah ditera dan tarif sesuai peraturan, keramahan pengemudi juga menjadi kuncinya. Satu lagi adalah para pengemudi harus ngotot menggunakan argo, kendati penumpang ingin borongan. Memang sulit, sih, tapi inilah yang seharusnya.<br /><br />Sementara bagi armada taksi lain yang enggan merubah diri, enggan menggunakan argo dan kalaupun menggunakannya dengan argo kuda dan cuek bila penumpang kepanasan, saya pikir mereka harus siap-siap semakin tersisih dari kompetisi. Saya jadi ingat penelusuran Tisna Senjaya beberapa waktu lalu di STV dalam acara Kabayan Nyintreuk yang mengangkat tema yang sama. Di sana Tisna mengatakan ketakutannya bia harus naik taksi di kota Bandung."Saya tuh suka ngadegdeg (gusar) kalau naik taksi, sebentar-sebentar melihat argo, takut kecepetan," katanya.<br /><br />Ok, semoga terus ada perbaikan dengan kondisi kendaraan publik di kota ini, supaya masyarakat pun mau beralih ke public transportation. Kesuksesan busway di Jakarta mudah-mudahan bisa menjadi inspirasi bagi para Planolog ataupun ahli sipil transportasi kota kembang ini. <br /><br />Picture Courtesy of Pikiran RakyatIndra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1157440571951946802006-09-05T00:01:00.000-07:002007-02-16T01:25:45.165-08:00KAMAR 17Sudah hampir empat pekan saya meninggalkan RSHS pasca operasi usus. Alhamdulillah kondisi mulai membaik, kendati belum bisa berjalan seperti biasanya, maklum yang namanya dibedah di perut, perasaannya yaa masih ngilu.<br /><br />Namun ada hal yang masih "nempel" di otak saya hingga kini, yakni kenangan kamar 17. Entah bagaimana kabar rekan-rekan di sana sekarang. Berbagai kondisi yang dialami kawan-kawan di sana benar-benar membuat saya bersyukur dan bersabar kepada Allah SWT, karena ternyata kondisi saya masih lebih beruntung.<br /><br />Pak Ono, sebut saja begitu, salah satu kawan satu kamar saya terpaksa menjalani operasi lagi akibat malpraktek yang dilakukan salah satu rumah sakit di barat kota Bandung. Selang bekas operasi batu sepanjang 25 cm lupa dicabut oleh dokter bedahnya di rumah sakit itu.<br /><br />Lalu pak djas, seorang ahli farmasi terpaksa hanya bisa minum susu setiap hari karena harus dioperasi rahangnya setelah motornya ditabrak oleh pengendara yang ugal-ugalan di perempatan lampu merah. Biaya plat yang akan dipasang di rahangnya pun tidak bisa dibilang sedikit.<br /><br />Ada juga pak Sugih, salah seorang pekerja industri yang tiba-tiba tak bisa berjalan akibat terjatuh dari ketinggian empat tahun lalu. Yang tak bisa saya lupakan adalah pak Aming. Pensiunan guru yang juga mubaligh ini kerap memberikan tausyiah dan berdiskusi mengenai berbagai hal. Pembahasan tentang sebuah masalah dilengkapi dalili-dalil yang jelas kerap ia terangkan kepada saya. Selama satu pekan di sana, saya merasa seperti mengikuti pesantren kilat dengan beliau. Pak Aming sendiri menderita prostat dan ada gangguan urine lainnya.<br /><br />Yaa, semoga mereka semua dapat sehat kembali. Pengalaman di kamar 17 benar-benar memberikan hikmah dalam perjalanan hidup ini. Ketika kita berkunjung atau menjadi pasien di RS kita akan semakin yakin, bahwa sehat merupakan karunia Allah yang sangat besar. Karena bila sakit telah menghampiri, kita benar-benar sulit untuk produktif ; Ibadah, pekerjaan dan mengganggu aktivitas lainnya.Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-26632637.post-1153443900444137202006-07-20T18:04:00.000-07:002007-02-16T01:26:30.202-08:00Detik Hidup, Iwan Abdulrachman (Abah Iwan)<a href="http://photobucket.com/" target="_blank"><img src="http://img.photobucket.com/albums/v311/indrakh/abah_iwan.jpg" alt="Photobucket - Video and Image Hosting" border="0" /></a><br />Saya mulai mengenal karya-karya Iwan Abdulrachman (Abah Iwan) seperti "Sejuta kabut," Seribu Mil Lebih Sedepa," “Melati Putih,” dll lewat acara-acara Bang Lengser dan Kang Ibing di Radio Mara Bandung. Ketika hari Jumat (2/6) saya disodori undangan untuk menonton konser Abah Iwan "Kabar dari Gunung" di Grand Ballroom Hyatt, Jln. Sumatra No.51, Bandung pada Sabtu (3/6) beberapa pekan lalu, tentu betapa girangnya hati saya.<br /><br />Di tempat konser yang disetting mirip hutan itu, Jendela Ide Kids Percussion tampil sebagai sajian pembuka. Kelompok perkusi yang personelnya terdiri dari para bocah yang kerap manggung di mancanegara itu benar-benar memukau 700-an penonton yang memadati Hyatt.<br /><br />Sastrawan Iman Soleh kemudian tampil selanjutnya. Ia membawakan puisi berjudul 'Air, Burung, dan Nenek Moyang. ' Penampilannya menggiring penonton untuk semakin masuk dalam suasana alam. Satu hal yang paling diingat saya dari performa Iman Soleh adalah gaya membaca puisinya yang unik. Saat itu, sambil diikuti hentakan kaki seperti melangkah dalam sebuah perjalanan, pria berkumis tebal ini berkata dalam gaya seperti kakek-kakek :...Yaa Hujaan, ...Yaa Aiir..."<br /><br />Seusai Iman Soleh, dan sedikit prolog dari Kang Aat Suratin, acara yang dinanti pun tiba yakni sajian musik balada dengan kemasan akustik penuh pesan dari seorang Iwan Abdulrachman. Malam itu Abah Iwan membawakan sejumlah lagu pilihan soal alam.<br /><br />Sedikitnya 20 lagu Abah bawakan malam itu, diantaranya lagu Simphoni Pohon Bambu, Tragedi, Badai, Akar, Anak Tarzan, Melati dari Jayagiri, Flamboyan, Mentari, dan Detik Hidup.<br /><br />Detik-detik berlalu dalam hidup ini<br />Perlahan tapi pasti, menuju mati<br />Kerap datang rasa takut, menyusup di hati<br />Takut hidup ini terisi oleh sia-sia<br /><br />Pada hening dan sepi, aku bertanya<br />Dengan apa ku isi, detikku ini<br /><br />Kerap datang rasa takut, menyusup di hati<br />Takut hidup ini tersisi oleh sia-sia<br /><br />Tuhan kemana kami setelah ini<br />Adakah Engkau dengar doaku ini<br /><br />Lagu Detik Hidup, hasil karya Abah di tahun 1976 bagi saya merupakan lagu terbaik dari seorang Iwan Abdulrachman yang telah berbaur dengan alam sekira 45 tahun. Isinya benar-benar penuh nasehat yang dikemas tanpa menggurui. Petikan gitar dan suara khasnya pada lagu itu menyiratkan bahwa dunia hanyalah tempat singgah dan ada kehidupan kekal menanti.<br /><br />Malam telah menjelang pergantian hari, sekitar dua jam salah seorang tokoh Wanadri ini akhirnya mengakhiri tausyiah lewat petikan gitarnya malam itu. Sebagian penonton bahkan berkesempatan membawa berbagai bibit pohon dari para petani di Kuningan untuk ditanam di tempatnya masing-masing.Indra KHhttp://www.blogger.com/profile/12275516044740663789noreply@blogger.com0