Menyusuri Detik Kehidupan Bersama Indra KH



Detik Hidup, Iwan Abdulrachman (Abah Iwan)

0 comments

Photobucket - Video and Image Hosting
Saya mulai mengenal karya-karya Iwan Abdulrachman (Abah Iwan) seperti "Sejuta kabut," Seribu Mil Lebih Sedepa," “Melati Putih,” dll lewat acara-acara Bang Lengser dan Kang Ibing di Radio Mara Bandung. Ketika hari Jumat (2/6) saya disodori undangan untuk menonton konser Abah Iwan "Kabar dari Gunung" di Grand Ballroom Hyatt, Jln. Sumatra No.51, Bandung pada Sabtu (3/6) beberapa pekan lalu, tentu betapa girangnya hati saya.

Di tempat konser yang disetting mirip hutan itu, Jendela Ide Kids Percussion tampil sebagai sajian pembuka. Kelompok perkusi yang personelnya terdiri dari para bocah yang kerap manggung di mancanegara itu benar-benar memukau 700-an penonton yang memadati Hyatt.

Sastrawan Iman Soleh kemudian tampil selanjutnya. Ia membawakan puisi berjudul 'Air, Burung, dan Nenek Moyang. ' Penampilannya menggiring penonton untuk semakin masuk dalam suasana alam. Satu hal yang paling diingat saya dari performa Iman Soleh adalah gaya membaca puisinya yang unik. Saat itu, sambil diikuti hentakan kaki seperti melangkah dalam sebuah perjalanan, pria berkumis tebal ini berkata dalam gaya seperti kakek-kakek :...Yaa Hujaan, ...Yaa Aiir..."

Seusai Iman Soleh, dan sedikit prolog dari Kang Aat Suratin, acara yang dinanti pun tiba yakni sajian musik balada dengan kemasan akustik penuh pesan dari seorang Iwan Abdulrachman. Malam itu Abah Iwan membawakan sejumlah lagu pilihan soal alam.

Sedikitnya 20 lagu Abah bawakan malam itu, diantaranya lagu Simphoni Pohon Bambu, Tragedi, Badai, Akar, Anak Tarzan, Melati dari Jayagiri, Flamboyan, Mentari, dan Detik Hidup.

Detik-detik berlalu dalam hidup ini
Perlahan tapi pasti, menuju mati
Kerap datang rasa takut, menyusup di hati
Takut hidup ini terisi oleh sia-sia

Pada hening dan sepi, aku bertanya
Dengan apa ku isi, detikku ini

Kerap datang rasa takut, menyusup di hati
Takut hidup ini tersisi oleh sia-sia

Tuhan kemana kami setelah ini
Adakah Engkau dengar doaku ini

Lagu Detik Hidup, hasil karya Abah di tahun 1976 bagi saya merupakan lagu terbaik dari seorang Iwan Abdulrachman yang telah berbaur dengan alam sekira 45 tahun. Isinya benar-benar penuh nasehat yang dikemas tanpa menggurui. Petikan gitar dan suara khasnya pada lagu itu menyiratkan bahwa dunia hanyalah tempat singgah dan ada kehidupan kekal menanti.

Malam telah menjelang pergantian hari, sekitar dua jam salah seorang tokoh Wanadri ini akhirnya mengakhiri tausyiah lewat petikan gitarnya malam itu. Sebagian penonton bahkan berkesempatan membawa berbagai bibit pohon dari para petani di Kuningan untuk ditanam di tempatnya masing-masing.

Labels:


    Image hosting by Photobucket
    • Indra KH
    • Content Dev, IT Documentation
    • Bandoeng, Jawa Barat, Indonesia
    • My Profile!
    • Chat with Indra KH

RECENT POST

ARCHIVES

BLOGROLL

LINKS

BREAKFAST

Google



blog-indonesia

Indonesian Muslim 

Blogger

karyacipta





dukung persib



Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x