Menyusuri Detik Kehidupan Bersama Indra KH



Maut Menjemput Usai Sabung Ayam

0 comments

Photobucket - Video and Image Hosting
Menjelang Ramadhan tiba, sebagian masyarakat kita kerap memulainya dengan kegiatan silaturahmi keluarga. Aktivitas tersebut ada yang memanfaatkannya sebagai sarana ishlah, saling berma'afan satu sama lain, atau pun untuk sekedar berkumpul saja.

Begitu juga yang keluarga besar kami lakukan. Sabtu (23/9) sore itu, kami sengaja berkumpul di rumah untuk bersilaturahmi setelah sekian lama tidak bertemu. Namun, saat saya bersama beberapa orang saudara dan kerabat tengah asyik mengobrol di depan rumah, tiba-tiba kami dikejutkan oleh kedatangan seorang nenek berusia sekitar 70 tahun. Setahu saya, wanita lanjut usia ini agak sedikit terganggu jiwanya, sehingga waktu itu awalnya kami tidak terlalu menghiraukan ucapannya. “Waah maenya gara-gara ngadu hayam, kalakah jelema anu maot (Waah, masa gara-gara sabung ayam, malah manusia yang meninggal),” katanya seraya menunjukan jari tangannya ke arah barat desa.

Setelah beberapa lama kami akhirnya menjadi penasaran dengan perkataan sang nenek itu. Bersama ayah mertua, saya pun kemudian berangkat menuju tempat yang ditunjukannya, jaraknya sekira 100 meter dari rumah. Benar saja, setibanya di lokasi ternyata telah berkumpul beberapa orang yang tengah mengelilingi salah seorang pria paruh baya yang telah meninggal dunia. Bapak tersebut hanya dibaringkan di teras sebuah rumah dan ditutupi sehelai kain.

Salah seorang pemuda yang turut menjadi saksi mata menuturkan kepada saya bahwa bapak tersebut tiba-tiba saja terjatuh di perkebunan yang berada di lembah sebrang daerah kami. Kepada sang pemuda, dia mengeluh kecapaian setelah berusaha kabur dari kejaran polisi yang menggerebek arena sabung ayam di desa tetangga. “Tadi mah waktos teu acan pupus, bari ngos-ngosan anjeuna nyarios nuju kabur ti udagan pulisi anu ngagerebeg tempat anjeuna ngiringan ngadu hayam (Sebelum meninggal ia berkata sambil terengah-engah bahwa ia kabur dari kejaran polisi yang menggerebeg tempatnya mengikuti sabung ayam),” katanya.

Hal tersebut kemudian dibenarkan oleh salah seorang kerabatnya yang juga turut berlari bersama korban karena berusaha kabur dari kejaran polisi. “Si akang mah boga asma jadi pas lumpat jauh satarikna jigana kacapean nepi kapiuhan, ngan teu nyangka bakal tuluy maot (Bapak tersebut memiliki asma, jadi ketika lari cepat dalam jarak yang jauh kemungkinan kecapaian hingga pingsan, namun tidak disangka akhirnya akan meninggal),” tutur dia.

Mendengar kabar kematian tersebut, penduduk desa pun terus berbondong-bondong, mereka penasaran ingin melihat tempat kejadian. Melihat gelombang massa yang kian bertambah, tokoh masyarakat setempat kemudian berinisiatif untuk segera membawa jenasahnya ke rumah keluarganya di desa tetangga. Hingga kini saya sendiri tidak mengetahui apakah aparat keamanan setempat melakukan autopsi atau menyelidiki kasus kematiannya atau tidak.

Maghrib tinggal beberapa menit lagi tiba, namun masyarakat masih banyak yang berkumpul di sudut-sudut desa. Mereka masih ramai membicarakan kasus yang menghebohkan itu. Dari perbincangan mereka pada umumnya mereka menyayangkan kematiannya yang hanya beberapa jam menjelang Ramadhan namun sebelumnya terlibat judi sabung ayam. “Leuh meuni kaduhung pisan, sakedap deui sasih shaum anjeuna pupus saatos ngadu hayam (Sangat disesalkan, sebentar lagi masuk bulan Ramadhan, namun ia harus meninggal seusai sabung ayam),” ujar salah seorang ibu kepada tetangganya. Namun tetangga itu kemudian menjawab : “Mugi-mugi urang mah tau maot jiga kitu, tapi ketang saha anu terang anjeuna kabujeng tobat waktos kabur ti udagan pulisi, anging Pangeran anu terang eta mah (Mudah-mudahan kita tidak meninggal dengan cara seperti itu, namun siapa tahu ia sempat taubat terlebih dahulu saat kabur dari kejaran polisi, hanya Allah-lah yang Tahu).”

Yang menarik, biasanya menjelang sahur di desa kami banyak kelompok remaja dan pemuda yang bermain musik dapur untuk membangunkan sahur. Namun seusai kejadian, aktivitas mereka mendadak lenyap. Dini hari yang biasanya gaduh kini menjadi sepi. Entah kenapa, mungkin mereka takut dengan kejadian beberapa hari lalu. Wallahu a'lam (Indra KH)***


Picture Courtesy of www.hallefreun.de

Labels:


Ada Damai di Dongmakgol

0 comments

Photobucket - Video and Image Hosting

Dongmakgol hanyalah sebuah desa di kawasan pegunungan Korea. Mayoritas penduduk di sana adalah petani/ peladang jagung dan kentang. Mereka hidup damai, tak mengenal permusuhan dan peperangan. Kondisi itu mulai berubah saat pesawat yang ditumpangi seorang serdadu AS bernama kapten Smith (Steve Tascher) jatuh, akibat gangguan ribuan kupu-kupu yang hidup di kawasan tersebut.

Perubahan suasana kian bertambah tak lama setelah Dongmakgol kedatangan dua orang tentara Korea Selatan yang tersesat. Mereka adalah Letnan Pyo (Shin Ha Kyun) dan staff medis Moon Sang sang (Seo Jae gyung). Penduduk Dongmakgol yang tak mengenal perang bahkan merasa aneh dengan dandanan kedua serdadu itu. Mereka menyebut tentara dengan seragam dan senjata lengkap dan bertopi baja itu sebagai “serigala” bertopi labu dan bertongkat panjang.

Kedamaian yang ada di Dongmakgol mulai terusik saat seorang gadis yang mengalami gangguan jiwa bernama Yeo il (Kang hye Jeong) yang juga anak dari kepala desa Dongmakgol secara tak sengaja “menuntun” arah tiga orang serdadu Korea Utara yang kabur dari medan tempur perang Korea ke desa tersebut. Mereka adalah Komandan Lee (jeong jae young), Jang yong hee (im ha ryong) dan Taeg ki (Ryoo Deok hwan).

Bisa diduga, pertemuan dua kubu satu ras itu kemudian memicu ketegangan di Dongmakgol. Kedua belah pihak saling ancam dan menodongkan senjata ke arah lawan dengan penduduk sebagai sandera. Suasana mulai kacau ketika granat yang dipegang Taeg ki jatuh, akibatnya serdadu kedua belah pihak sibuk menyelamatkan diri, namun penduduk tetap santai karena mereka tak mengetahui bahaya granat tersebut. Untungnya peledak tersebut tidak meledak, namun seusai itu taeg ki malah melempar granat tersebut ke arah belakang, lokasi dimana berada gudang makanan desa Dongkmakgol. Berbeda dengan sebelumnya, granat itu kini meledak dan menghancurkan gudang jagung dan kentang. Lucunya, ledakan tersebut menyebabkan jagung menjadi berubah menjadi pop corn yang berhamburan ke angkasa laksana hujan salju.

Para penduduk Dongmakgol tentu tidk terima persediaan makanan mereka lenyap akibat ulah para tentara Korea tersebut. Kepala Desa akhirnya meminta kubu Lee dan Pyo untuk bekerja selama satu tahun sebagai kompensasi hilangnya jagung dan kentang.

Dari sinilah cerita semakin menarik, karena semakin sering bersama, kelima serdadu dari dua Korea plus seorang tentara AS itu menjadi akrab dan akhirnya berteman. Perseteruan dianatara mereka berubah menjadi kerjasama. Bahkan mereka bahu membahu untuk menghadang serangan pesawat tempur AS dan Korea Selatan yang menggangap Dongkmakgol sebagai pangkalan Korea Utara. Kendati akhirnya baik kubu Lee maupun Pyo seluruhnya tewas dan yang tersisa hanya Kapt Smith.

**
Itulah sekilas kisah Welcome to Dongmakgol, sebuah film Korea yang diproduksi tahun 2005 hasil besutan sutradara Park Kwang hyun dari skenario Jang jin. Film ini mengajarkan persahabatan dan petaka peperangan. Saya pikir bagi anda yang belum pernah menontonnya, film berdurasi 133 menit ini layak untuk dicoba. Dongmakgol juga terpilih sebagai Best Foreign Film category di piala Oscar 2006.Ok, selamat menonton :-).

Oh iya buat adjie, thanks udah minjemin film ini, kayaknya perlu juga gw beli di Vertex buat koleksi, hehe.

Labels:


Kompetisi Taksi Kota Bandung

0 comments

Photobucket - Video and Image Hosting

Polemik masalah taksi di kota Bandung masih terjadi, kendati tensinya cenderung menurun. Beberapa waktu lalu entah kenapa saya jadi tertarik untuk mencoba beberapa armada taksi yang ada di kota Bandung. "Untuk tahap awal saya mencoba menghubungi no telp salah satu taksi yang tengah naik daun. Seorang wanita yang menerima telpon saat itu menginformasikan kepada saya untuk menunggu, "Tunggu 15 menit, ya pak," katanya. Namun nyatanya hingga menit ke 27, taksi yang ditunggu belum juga "nongol" didepan rumah saya, baru sekitar menit ke 35 mobil yang ditunggu datang.

Konon taksi ini merupakan yang terbaik dan ternanyardi Bandung saat ini, namun baru membuka pintu lalu duduk saya sudah kurang nyaman dengan kondisinya ; supir agak jutek, AC tidak dinyalakan, ditambah lagi tarif yang digunakan adalah tarif maksimal. Dari Hegarmanah hingga Kiaracondong saya mesti merogoh kocek sebesar 30 ribu rupiah. "Seusai itu saya pikir mungkin hanya kebetulan saja dapat supir taksi yang kurang enak, namun ini jadi satu catatan bahwa standar supir taksi di perusaan tersebut butuh peningkatan lagi. Kesimpulan itu saya ambil, karena sebelum-sebelumnya saya belum pernah dikecewakan oleh taksi berwarna biru langit ini.

Masih penasaran, di hari itu juga saya kembali ingin mencoba taksi. Kali ini saya pilih armada yang sebelumnya kerap menjadi pilihan masyarakat Bandung sebelum kedatangan armada asal Betawi. Baru buka pintu saya sudah disambut ramah sang pengemudi, "Selamat malam , pak," ujarnya. Di tengah perjalanan bahkan dia mengusulkan jalan-jalan alternatif untuk menghindari kemacetan, dan pilihan dia saya nilai memang tepat. Selain saya dibuat nyaman karena AC-nya on, tarif taksi ini pun masih memakai tarif lama. Dari Jonas hingga hegarmanah atas, saya hanya membayar 13 ribu.

Berbeda dengan armada taksi milik salah satu koperasi di kota Bandung. Saat mencobanya beberapa hari lalu saya benar-benar kecewa. Sudah supirnya tidak ramah, AC tidak jalan, sesampainya di tujuan malah minta tambahan ongkos lagi dari tarif yang tertera di argo. Alasannya karena masuk jalan kecil, katanya. Sungguh alasan yang mengada-ngada.

Yaa, kompetisi taksi di kota Bandung saya pikir kini hanya layak dialamatkan untuk dua armada taksi. Kunci untuk leading bagi mereka adalah Customer satisfaction. Selain kendaraan harus bagus, AC juga mesti berfungsi. Selain harus menggunakan argo yang telah ditera dan tarif sesuai peraturan, keramahan pengemudi juga menjadi kuncinya. Satu lagi adalah para pengemudi harus ngotot menggunakan argo, kendati penumpang ingin borongan. Memang sulit, sih, tapi inilah yang seharusnya.

Sementara bagi armada taksi lain yang enggan merubah diri, enggan menggunakan argo dan kalaupun menggunakannya dengan argo kuda dan cuek bila penumpang kepanasan, saya pikir mereka harus siap-siap semakin tersisih dari kompetisi. Saya jadi ingat penelusuran Tisna Senjaya beberapa waktu lalu di STV dalam acara Kabayan Nyintreuk yang mengangkat tema yang sama. Di sana Tisna mengatakan ketakutannya bia harus naik taksi di kota Bandung."Saya tuh suka ngadegdeg (gusar) kalau naik taksi, sebentar-sebentar melihat argo, takut kecepetan," katanya.

Ok, semoga terus ada perbaikan dengan kondisi kendaraan publik di kota ini, supaya masyarakat pun mau beralih ke public transportation. Kesuksesan busway di Jakarta mudah-mudahan bisa menjadi inspirasi bagi para Planolog ataupun ahli sipil transportasi kota kembang ini.

Picture Courtesy of Pikiran Rakyat

Labels:


KAMAR 17

0 comments

Sudah hampir empat pekan saya meninggalkan RSHS pasca operasi usus. Alhamdulillah kondisi mulai membaik, kendati belum bisa berjalan seperti biasanya, maklum yang namanya dibedah di perut, perasaannya yaa masih ngilu.

Namun ada hal yang masih "nempel" di otak saya hingga kini, yakni kenangan kamar 17. Entah bagaimana kabar rekan-rekan di sana sekarang. Berbagai kondisi yang dialami kawan-kawan di sana benar-benar membuat saya bersyukur dan bersabar kepada Allah SWT, karena ternyata kondisi saya masih lebih beruntung.

Pak Ono, sebut saja begitu, salah satu kawan satu kamar saya terpaksa menjalani operasi lagi akibat malpraktek yang dilakukan salah satu rumah sakit di barat kota Bandung. Selang bekas operasi batu sepanjang 25 cm lupa dicabut oleh dokter bedahnya di rumah sakit itu.

Lalu pak djas, seorang ahli farmasi terpaksa hanya bisa minum susu setiap hari karena harus dioperasi rahangnya setelah motornya ditabrak oleh pengendara yang ugal-ugalan di perempatan lampu merah. Biaya plat yang akan dipasang di rahangnya pun tidak bisa dibilang sedikit.

Ada juga pak Sugih, salah seorang pekerja industri yang tiba-tiba tak bisa berjalan akibat terjatuh dari ketinggian empat tahun lalu. Yang tak bisa saya lupakan adalah pak Aming. Pensiunan guru yang juga mubaligh ini kerap memberikan tausyiah dan berdiskusi mengenai berbagai hal. Pembahasan tentang sebuah masalah dilengkapi dalili-dalil yang jelas kerap ia terangkan kepada saya. Selama satu pekan di sana, saya merasa seperti mengikuti pesantren kilat dengan beliau. Pak Aming sendiri menderita prostat dan ada gangguan urine lainnya.

Yaa, semoga mereka semua dapat sehat kembali. Pengalaman di kamar 17 benar-benar memberikan hikmah dalam perjalanan hidup ini. Ketika kita berkunjung atau menjadi pasien di RS kita akan semakin yakin, bahwa sehat merupakan karunia Allah yang sangat besar. Karena bila sakit telah menghampiri, kita benar-benar sulit untuk produktif ; Ibadah, pekerjaan dan mengganggu aktivitas lainnya.

Labels:


    Image hosting by Photobucket
    • Indra KH
    • Content Dev, IT Documentation
    • Bandoeng, Jawa Barat, Indonesia
    • My Profile!
    • Chat with Indra KH

RECENT POST

ARCHIVES

BLOGROLL

LINKS

BREAKFAST

Google



blog-indonesia

Indonesian Muslim 

Blogger

karyacipta





dukung persib



Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x